Minggu, 26 September 2010

Elemen Penulisan Feature

Secara kasar karya jurnalistik bisa dibagi menjadi tiga:

* Stright/Spot/ Breaking News — berisi materi penting yang harus segera dilaporkan kepada publik (sering pula disebut breaking news)

* News Feature — memanfaatkan materi penting pada spot news, umumnya dengan memberikan unsur human/manusiawi di balik peristiwa yang hangat atau dengan memberikan latarbelakang (konteks dan perspektif) melalui interpretasi.

* Feature — bertujuan untuk menghibur dan mendidik melalui explorasi elemen-elemen manusiawi (human interest).

Feature bisa berfungsi sebagai penjelasan atau tambahan untuk berita yang sudah disiarkan sebelumnya, memberi latar belakang suatu peristiwa, menyentuh perasaan dan mengharukan, menghidang kan informasi dengan menghibur, juga bisa mengungkap sesuatu yang belum tersiar sebagai berita.

Sambil tetap mempertahankan elemen penulisan berita tradisional (5W +1H) feature juga bisa berfungsi sebagai penjelasan atau tambahan untukberita yang sudah disiarkan sebelumnya, memberi latar belakang suatu peristiwa, menyentuh perasaan dan mengharukan, menghidangkan informasi dengan menghibur, juga bisa mengungkap sesuatu yang belum tersiar sebagai berita.

Meski umumnya enak dibaca, dan karenanya menghibur, feature kadang syarat dengan kadar keilmuan — cuma pengolahannya secara populer. Juga dipakai untuk penulisan berita-berita yang dihasilkan dari pengumpulan bahan yang mendalam.

Dalam persaingan media yang kian ketat tak hanya antar media cetakmelainkan juga antara media cetak dengan televisi, straight/spot news seringkali tak terlalu memuaskan. Spot news cenderung hanya berumur sehari untuk kemudian dibuang, atau bahkan beberapa jam di televisi. Spot news juga cenderung menekankan sekadar unsur elementer dalam berita, namun melupakan latar belakang peristiwa.

Kita memerlukan berita yang lebih dari itu untuk bisa bersaing. Kita memerlukan news feature — perkawinan antara spot news dan feature.

Aapakah feature itu?

Inilah batasan klasik mengenai feature: ”Cerita feature adalah artikel yang kreatif, kadang kadang subyektif, yang terutama dimaksudkan untuk membuat senang dan memberi informasi kepada pembaca tentang suatu kejadian, keadaan atau aspek kehidupan.”

Kreativitas
Berbeda dari penulisan berita biasa, penulisan feature memungkinkan reporter "menciptakan sebuah cerita".

Meskipun masih diikat etika bahwa tulisan harus akurat —karangan fiktif dan khayalan tidak boleh— reporter bisa mencari feature dalam pikirannya, kemudian setelah mengadakan penelitian terhadap gagasannya itu, ia menulis.

Informatif
Feature, yang kurang nilai beritanya, bisa memberikan informasi kepada masyarakat mengenai situasi atau aspek kehidupan yang mungkin diabaikan dalam penulisan berita biasa di koran. Misalnya tentang sebuah museum atau kebun binatang yang terancam tutup.

Aspek informatif mengenai penulisan feature bisa juga dalam bentuk-bentuk lain. Ada banyak feature yang enteng-enteng saja, tapi bila berada di tangan penulis yang baik, feature bisa menjadi alat yang ampuh. Feature bisa menggelitik hati sanubari manusia untuk menciptakan perubahan konstruktif.

Menghibur
Dalam 20 tahun terakhir ini, feature menjadi alat penting bagi suratkabar untuk bersaing dengan media elektronika.

Reporter suratkabar mengakui bahwa mereka tidak akan bisa "mengalahkan" wartawan radio dan televisi untuk lebih dulu sampai ke masyarakat. Wartawan radio dan TV bisa mengudarakan cerita besar hanya dalam beberapa menit setelah mereka tahu. Sementara itu wartawan koran sadar, bahwa baru beberapa jam setelah kejadian, pembacanya baru bisa tahu sesuatu kejadian — setelah koran diantar.

Wartawan harian, apalagi majalah, bisa mengalahkan saingannya, radio dan TV, dengan cerita eksklusif. Tapi ia juga bisa membuat versi yang lebih mendalam (in depth) mengenai cerita yang didengar pembacanya dari radio.

Dengan patokan seperti ini dalam benaknya, reporter selalu mencari feature, terhadap berita-berita yang paling hangat. Cerita feature biasanya eksklusif, sehingga tidak ada kemungkinan dikalahkan oleh radio dan TV atau koran lain.

Feature memberikan variasi terhadap berita-berita rutin seperti pembunuhan, skandal, bencana dan pertentangan yang selalu menghiasi kolom-kolom berita, feature bisa membuat pembaca tertawa tertahan.

Seorang reporter bisa menulis "cerita berwarna-warni" untuk menangkap perasaan dan suasana dari sebuah peristiwa. Dalam setiap kasus, sasaran utama adalah bagaimana menghibur pembaca dan memberikan kepadanya hal-hal yang baru dan segar.

Awet
Menurut seorang wartawan kawakan, koran kemarin hanya baik untuk bungkus kacang. Unsur berita yang semuanya penting luluh dalam waktu 24 jam. Berita mudah sekali "punah", tapi feature bisa disimpan berhari, berminggu, atau berulan bulan. Koran-koran kecil sering membuat simpanan ”naskah berlebih” – kebanyakan feature. Feature ini diset dan disimpan di ruang tata muka, karena editor tahu bahwa nilai cerita itu tidak akan musnah dimakan waktu.

Dalam kacamata reporter, feature seperti itu mempunyai keuntungan lain. Tekanan deadline jarang, sehingga ia bisa punya waktu cukup untuk mengadakan riset secara cermat dan menulisnya kembali sampai mempunyai mutu yang tertinggi.

Sebuah feature yang mendalam memerlukan waktu cukup. Profil seorang kepala polisi mungkin baru bisa diperoleh setelah wawancara dengan kawan-kawan sekerjanya, keluarga, musuh-musuhnya dan kepala polisi itu sendiri. Diperlukan waktu juga untuk mengamati tabiat, reaksi terhadap keadaan tertentu perwira itu.

Subjektivitas
Beberapa feature ditulis dalam bentuk "aku", sehingga memungkinkan reporter memasukkan emosi dan pikirannya sendiri. Meskipun banyak reporter, yang dididik dalam reporting obyektif, hanya memakai teknik ini bila tidak ada pilihan lain, hasilnya bisa enak dibaca.

Tapi, reporter-reporter muda harus awas terhadap cara seperti itu. Kesalahan umum pada reporter baru adalah kecenderungan untuk menonjolkan diri sendiri lewat penulisan dengan gaya "aku". Kebanyakan wartawan kawakan memakai pedoman begini: "Kalau Anda bukan tokoh utama, jangan sebut-sebut Anda dalam tulisan Anda."

Singkat kata, berbeda dengan berita, tulisan feature memberikan penekanan yang lebih besar pada fakta-fakta yang penting – fakta-fakta yang mungkin merangsang emosi (menghibur, memunculkan empati, di samping tetap tidak meninggalkan unsur informatifnya). Karena penakanan itu, tulisan feature sering disebut kisah human interest atau kisah yang berwarna.

Mencari gagasan

Ide feature itu bisa diperoleh dari berbagai hal. Bisa dari kelanjutan berita-berita aktual, bisa mendompleng hari-hari tertentu, atau profil tokoh yang sedang ramai dibicarakan. Yang penting ada newspeg (cantelan berita), karena feature bukan fiksi. Ia fakta yang ditulis dengan gaya mirip fiksi. Kita bisa menggali ide dengan menengok beberapa jenis feature di bawah ini

Bentuk-bentuk feature

1. Feature kepribadian (profil)

Profil mengungkap manusia yang menarik. Misalnya, tentang seseorang yang secara dramatik, melalui berbagai liku-liku, kemudian mencapai karir yang istimewa dan sukses atau menjadi terkenal karena kepribadian mereka yang penuh warna. Agar efektif, profil seperti ini harus lebih dari sekadar daftar pencapaian dan tanggal tanggal penting dari kehidupan si individu. Profil harus bisa mengungkap karakter manusia itu.

Untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan, penulis feature tentang pribadi seperti ini seringkali harus mengamati subyek mereka ketika bekerja; mengunjungi rumah mereka dan mewawancara teman-teman, kerabat dan kawan bisnis mereka. Profil yang komplit sebaiknya disertai kutipan-kutipan si subyek yang bisa menggambarkan dengan pas karakternya. Profil yang baik juga semestinya bisa memberikan kesan kepada pembacanya bahwa mereka telah bertemu dan berbicara dengan sang tokoh.

Banyak sumber yang diwawancara mungkin secara terbuka berani mengejutkan Anda dengan mengungkap rahasia pribadi atau anekdot tentang si subyek. Tapi, banyak sumber lebih suka meminta agar identitasnya dirahasiakan. Informasi sumber-sumber itu penting untuk memberikan balans dalam penggambaran si tokoh.

2. Feature sejarah

Feature sejarah memperingati tanggal-tanggal dari peristiwa penting, seperti proklamasi kemerdekaan, pemboman Hiroshima atau pembunuhan jenderal-jenderal revolusi. Koran juga sering menerbitkan feature peringatan 100 tahun lahir atau meninggalnya seorang tokoh.

Kisah feature sejarah juga bisa terikat pada peristiwa-peristiawa mutakhir yang memangkitkan minat dalam topik mereka. Jika musibah gunung api terjadi, Koran sering memuat peristiwa serupa di masa lalu.

Feature sejarah juga sering melukiskan landmark (monumen/gedung) terkenal, pionir, filosof, fasilitas hiburan dan medis, perubahan dalam komposisi rasial, pola perumahan, makanan, industri, agama dan kemakmuran.

Setiap kota atau sekolah memiliki peristiwa menarik dalam sejarahnya. Seorang penulis feature yang bagus akan mengkaji lebih tentang peristiwa-peristiwa itu, mungkin dengan dokumen historis atau dengan mewawancara orang-orang yang terlibat dalam peristiwa-peristiwa bersejarah.

3. Feature petualangan

Feature petualangan melukiskan pengalaman-pengalaman istimewa dan mencengangkan — mungkin pengalaman seseorang yang selamat dari sebuah kecelakaan pesawat terbang, mendaki gunung, berlayar keliling dunia pengalaman ikut dalam peperangan.

Dalam feature jenis ini, kutipan dan deskripsi sangat penting. Setelah bencana, misalnya, penulis feature sering menggunakan saksi hidup untuk merekontruksikan peristiwa itu sendiri. Banyak penulis feature jenis ini memulai tulisannya dengan aksi — momen yang paling menarik dan paling dramatis.

4. Feature musiman

Reporter seringkali ditugasi untuk menulis feature tentang musim dan liburan, tentang Hari Raya, Natal, dan musim kemarau. Kisah seperti itu sangat sulit ditulis, karena agar tetap menarik, reporter harus menemukan angle atau sudut pandang yang segar. Contoh yang bisa dipakai adalah bagaimana seorang penulis menyamar menjadi Sinterklas di Hari Natal untuk merekam respon atau tingkah laku anak-anak di seputar hari raya itu.

5. Feature interpretatif

Feature dari jenis ini mencoba memberikan deskripsi dan penjelasan lebih detil terhadap topik-topik yang telah diberitakan. Feature interpretatif bisa menyajikan sebuah organisasi, aktifitas, trend atau gagasan tertentu. Misalnya, setelah kisah berita menggambarkan aksi terorisme, feature interpretatif mungkin mengkaji identitas, taktik dan tujuan terotisme.

Berita memberikan gagasan bagi ribuan feature semacam ini. Setelah perampokan bank, feature interpretatif bisa saja menyajikan tentang latihan yang diberikan bank kepada pegawai untuk menangkal perampokan. Atau yang mengungkap lebih jauh tipikal perampok bank, termasuk peluang perampok bisa ditangkap dan dihukum.

6. Feature kiat (how-to-do-it feature)

Feature ini berkisah kepada pembacanya bagaimana melakukan sesuatu hal: bagaimana membeli rumah, menemukan pekerjaan, bertanam di kebun, mereparasi mobil atau mempererat tali perkawinan. Kisah seperti ini seringkali lebih pendek ketimbang jenis feature lain dan lebih sulit dalam penulisannya.

Reporter yang belum berpengalaman akan cenderung menceramahi atau mendikte pembaca — memberikan opini mereka sendiri — bukannya mewawancara sumber ahli dan memberikan advis detil dan faktual.

Teknik penulisan

Jika dalam penulisan berita yang diutamakan ialah pengaturan fakta-fakta, maka dalam penulisan feature kita dapat memakai teknik ”mengisahkan sebuah cerita”. Memang itulah kunci perbedaan antara berita ”keras” (spot news) dan feature. Penulis feature pada hakikatnya adalah seorang yang berkisah.

Penulis melukis gambar dengan kata-kata: ia menghidupkan imajinasi pembaca; ia menarik pembaca agar masuk ke dalam cerita itu dengan membantunya mengidentifikasikan diri dengan tokoh utama.

Penulis feature untuk sebagian besar tetap menggunakan penulisan jurnalistik dasar, karena ia tahu bahwa teknik-teknik itu sangat efektif untuk berkomunikasi. Tapi bila ada aturan yang mengurangi kelincahannya untuk mengisahkan suatu cerita, ia segera menerobos aturan itu.

Konsep "piramida terbalik" sering ditinggalkan. Terutama bila urutan peristiwa sudah dengan sendirinya membentuk cerita yang baik.

Elemen Feature Terpenting: Deskripsi dan Narasi

Lukiskan, bukan katakan...!

Pernahkah Anda membaca sebuah tulisan dan sampai bertahun kemudian mengingat deskripsi dalam tulisan itu?

Kita umumnya terkesan pada sebuah tulisan yang mampu melukis secara kuat gambaran di dalam otak kita. Deskripsi yang kuat adalah alat yang digdaya bagi para penulis, apapun yang kita tulis: esai, artikel, feature, berita, cerpen, novel atau puisi.

Bagaimana cara belajar membuat deskripsi yang kuat dan hidup?

Cara terbaik untuk melakukannya adalah menerapkan konsep “Show-Not-Tell” atau “Lukiskan, bukan Katakan”. Ubahlah pernyataan yang kering dan kabur menjadi paragraf berisi ilustrasi memukau.

Perhatikan kalimat ini: “Nasib nenek itu sangat malang”

Kalimat “mengatakan/telling” itu bisa diubah menjadi paragraf “melukiskan/showing” seperti ini:

Umurnya 60 tahun. Dia hidup sebatang kara. Para tetangganya, orang-orang papa yang tinggal di gubuk kardus perkampungan liar-kumuh Kota Bandung, mengenalnya dengan nama sederhana: “Emak”.
Tidak ada yang tahu nama aslinya. Awal pekan ini, Emak ditemukan meninggal, tiga hari setelah para tetangganya melihatnya hidup terakhir kali. “
Sejak Jumat pekan lalu, Emak tidak pernah kelihatan,” kata seorang
tetangganya. “Saat gubuknya dilongok, Emak sudah terbujur kaku di dalam.”
Jika kita menggunakan konsep “Show Not Tell”, paragraf-paragraf akan terbentuk secara alami, kuat, hidup dan mudah dikenang.

Hindari kata keterangan atau kata sifat

Feature yang bagus memaparkan soal yang kongkret dan spesifik. Salah satu caranya adalah dengan menghindari kata-kata sifat seperti tinggi, kaya, cantik, dan kata tak tidak spesifik, cukup besar, lumayan heboh, keren abis.

”Kata sifat adalah musuh bebuyutan kata benda,” kata pujangga Prancis Voltaire.

Contoh:

1. Konser Peterpan itu heboh banget.

Konser Peterpan di Gelanggang Senayan dihadiri oleh 50.000 penonton. Tiket seharga Rp 200 sudah habis ludes sebulan sebelum pertunjukan. Penonton yang rata-rata siswa SMP dan SMA berdesak-desakan. Duapuluh orang pingsan, ketika para penonton berjingkrak mengikuti lagu “Ada Apa Denganmu”.

2. Ahmad seorang petani miskin.

Ahmad tinggal bersama seorang istri dan anaknya di gubuk beratap rumbia. Tiap hari mereka hanya bisa makan sekali, itupun nasi jagung tanpa lauk.

3. Mak Eroh marah besar.

“Pemerintah zalim!” kata Mak Eroh, istri seorang nelayan yang suaminya tak bisa ke laut karena kanaikan harga solar.*

Struktur penulisan

1. Lead

Mari kita tinggalkan difinisi apa itu feature dan kita langsung ke teknik penulisannya. Ini yang lebih penting. Kita tahu bahwa berita umumnya ditulis dengan teknik piramida terbalik dan harus memenuhi unsur 5 W + 1 H (what, who, why, when, where: apa, siapa, mengapa, kapan, di mana, bagaimana).

Untuk penerbitan berupa koran, susunan piramida terbalik ini penting karena jika terjadi pemotongan karena tak ada tempat, pemotongan langsung dilakukan dari bagian belakang. Ini berarti lead berita itu pastilah yang terpenting dari isi berita itu sendiri. Ini harus memikat, tanpa itu berita tak menarik perhatian. Feature hampir sama dalam masalah lead, artinya harus memikat.

Tetapi feature tidak tunduk pada ketentuan piramida terbalik. Feature ditulis dengan teknik lead, tubuh dan ending (penutup). Penutup sebuah feature hampir sama pentingnya dengan lead. Mungkin di sana ada kesimpulan atau ada celetukan yang menggoda, atau ada sindiran dan sebagainya. Karena itu kalau memotong tulisan feature, tak bisa main gampang mengambil paling akhir.

Semua bagian dalam fetaure itu penting. Namun yang terpenting memang lead, karena di sanalah pembuka jalan. Gagal dalam menuliskan lead pembaca bisa tidak meneruskan membaca. Gagal berarti kehilangan daya pikat. Di sini penulis feature harus pandai betul menggunakan kalimatnya. Bahasa harus rapi dan terjaga bagus dan cara memancing itu haruslah jitu.Tak ada teori yang baku bagaimana menulis lead sebuah feature. Semuanya berdasarkan pengalaman dan juga perkembangan. Namun, sebagai garis besar beberapa contoh lead saya sebutkan di sini:

Lead Ringkasan:
Lead ini hampir sama saja dengan berita biasa, yang ditulis adalah inti ceritanya. Banyak penulis feature menulis lead gaya ini karena gampang.

Misal:
Walaupun dengan tangan buntung, Pak Saleh sama sekali tak merasa rendah diri bekerja sebagai tukang parkir di depan kampus itu.

Pembaca sudah bisa menebak, yang mau ditulis adalah tukang parkir bernama Pak Saleh yang cacat. Yang berminat bisa meneruskan membaca, yang tak berminat — apalagi sebelumnya tak ada berita tentang Pak Saleh itu — bisa melewatkan begitu saja.

Lead Bercerita:
Lead ini menciptakan suatu suasana dan membenamkan pembaca seperti ikut jadi tokohnya.

Misal:
Anggota Reserse itu melihat dengan tajam ke arah senjata lelaki di depannya. Secepat kilat ia meloncat ke samping dan mendepak senjata lawannya sambil menembakkan pistolnya. Dor… Preman itu tergeletak sementara banyak orang tercengang ketakutan menyaksi kan adegan yang sekejap itu …..

Pembaca masih bertanya apa yang terjadi. Padahal feature itu bercerita tentang operasi pembersihan preman-preman yang selama ini mengacau lingkungan pemukiman itu.

Lead Deskriptif:
Lead ini menceritakan gambaran dalam pembaca tentang suatu tokoh atau suatu kejadian. Biasanya disenangi oleh penulis yang hendak menulis profil seseorang.

Misal:
Keringat mengucur di muka lelaki tua yang tangannya buntung itu, sementara pemilik kendaraan merelakan uang kembalinya yang hanya dua ratus rupiah. Namun lelaki itu tetap saja merogoh saku dengan tangan kirinya yang normal, mengambil dua koin ratusan. Pak Saleh, tukang parkir yang bertangan sebelah itu, tak ingin dikasihani …..

Pembaca mudah terhanyut oleh lead begini, apalagi penulisnya ingin membuat kisah Pak Saleh yang penuh warna.

Lead Kutipan:
Lead ini bisa menarik jika kutipannya harus memusatkan diri pada inti cerita berikutnya. Dan tidak klise.

Misal:
“Saya lebih baik tetap tinggal di penjara, dibandingkan bebas dengan pengampunan. Apanya yang diampuni, saya kan tak pernah bersalah,” kata Sri Bintang Pamungkas ketika akan dibebaskan dari LP Cipinang. Walau begitu, Sri Bintang toh mau juga keluar penjara dijemput anak-istri.. .. dan seterusnya.

Pembaca kemudian digiring pada kasus pembebasan tapol sebagai tekad pemerintahan yang baru. Hati-hati dengan kutipan klise.

Contoh:
“Pembangunan itu perlu untuk mensejahterakan rakyat dan hasil-hasilnya sudah kita lihat bersama,” kata Menteri X di depan masa yang melimpah ruah. Pembaca sulit terpikat padahal bisa jadi yang mau ditulis adalah sebuah feature tentang keterlibatan masyarakat dalam pembangunan yang agak unik.

Lead Pertanyaan:
Lead ini menantang rasa ingin tahu pembaca, asal dipergunakan dengan tepat dan pertanyaannya wajar saja. Lead begini sebaiknya satu alinea dan satu kalimat, dan kalimat berikutnya sudah alinea baru.

Misal:
Untuk apa mahasiswa dilatih jurnalistik? Memang ada yang sinis dengan Pekan Jurnalistik Mahasiswa yang diadakan ini. Soalnya, penerbitan pers di kampus ini tak bisa lagi mengikuti kaidah-kaidah jurnalistik karena terlalu banyaknya batasan-batasan dan larangan ….

Pembaca kemudian disuguhi feature soal bagaimana kehidupan pers kampus di sebuah perguruan tinggi.

Lead Menuding:
Lead ini berusaha berkomunikasi langsung dengan pembaca dan ciri-cirinya adalah ada kata “Anda” atau “Saudara”. Pembaca sengaja dibawa untuk menjadi bagian cerita, walau pembaca itu tidak terlibat pada persoalan.

Misal:
Saudara mengira sudah menjadi orang yang baik di negeri ini. Padahal, belum tentu. Pernahkah Saudara menggunakan jembatan penyeberangan kalau melintas di jalan? Pernahkah Saudara naik ke bus kota dari pintu depan dan tertib keluar dari pintu belakang? Mungkin tak pernah sama sekali. Saudara tergolong punya disiplin yang, maaf, sangat kurang.

Pembaca masih penasaran feature ini mau bicara apa. Ternyata yang disoroti adalah kampanye disiplin nasional.

Lead Penggoda:
Lead ini hanya sekadar menggoda dengan sedikit bergurau. Tujuannya untuk menggaet pembaca agar secara tidak sadar dijebak ke baris berikutnya. Lead ini juga tidak memberi tahu, cerita apa yang disuguhkan karena masih teka-teki.

Misal:
Kampanye menulis surat di masa pemerintahan Presiden Soeharto ternyata berhasil baik dan membekas sampai saat ini. Bukan saja anak-anak sekolah yang gemar menulis surat, tetapi juga para pejabat tinggi di masa itu keranjingan menulis surat.

Nah, sampai di sini pembaca masih sulit menebak, tulisan apa ini?

Alinea berikutnya:
Kini, ada surat yang membekas dan menimbulkan masalah bagi rakyat kecil. Yakni, surat sakti Menteri PU kepada Gubernur DKI agar putra Soeharto, Sigit, diajak berkongsi untuk menangani PDAM DKI Jakarta. Ternyata bukannya menyetor uang tetapi mengambil uang setoran PDAM dalam jumlah milyaran…. dan seterusnya.

Pembaca mulai menebak-nebak, ini pasti feature yang bercerita tentang kasus PDAM DKI Jaya. Tetapi, apa isi feature itu, apakah kasus kolusinya, kesulitan air atau tarifnya, masih teka-teki dan itu dijabarkan dalam alinea berikutnya.

Lead Nyentrik:
Lead ini nyentrik, ekstrim, bisa berbentuk puisi atau sepotong kata-kata pendek. Hanya baik jika seluruh cerita bergaya lincah dan hidup cara penyajiannya.

Misal:
Reformasi total.
Mundur.
Sidang Istimewa.
Tegakkan hukum.
Hapus KKN.

Teriakan itu bersahut-sahutan dari sejumlah mahasiswa di halaman gedung DPR/MPR untuk menyampaikan aspirasi rakyat …. dst….

Pembaca digiring ke persoalan bagaimana tuntutan reformasi yang disampaikan mahasiswa.

Lead Gabungan:
Ini adalah gabungan dari beberapa jenis lead tadi.

Misal:
“Saya tak pernah mempersoalkan kedudukan. Kalau memang mau diganti, ya, diganti,” kata Menteri Sosial sambil berjalan menuju mobilnya serta memperbaiki kerudungnya. Ia tetap tersenyum cerah sambil menolak menjawab pertanyaan wartawan. Ketika hendak menutup pintu mobilnya, Menteri berkata pendek: “Bapak saya sehat kok, keluarga kami semua sehat….”

Ini gabungan lead kutipan dan deskriptif. Dan lead apa pun bisa digabung-gabungkan.

2. Batang Tubuh

Setelah tahu bagaimana lead yang baik untuk feature, tiba saatnya berkisah menulis batang tubuh. Yang pertama diperhatikan adalah fokus cerita jangan sampai menyimpang. Buatlah kronologis, berurutan dengan kalimat sederhana dan pendek-pendek.

Deskripsi, baik untuk suasana maupun orang (profil), mutlak untuk pemanis sebuah feature. Kalau dalam berita, cukup begini: Pak Saleh mendapat penghargaan sebagai tukang parkir teladan. Paling hanya dijelaskan sedikit soal Pak Saleh. Tapi dalam feature, saudara dituntut lebih banyak. Profil lengkap Pak Saleh diperlukan, agar orang bisa membayangkan.

Tapi tak bisa dijejal begini:
Pak Saleh, tukang parkir di depan kampus itu, yang tangan kanannya buntung, umurnya 50 tahun, anaknya 9, rumahnya di Depok, dapat penghargaan.

Data harus dipecah-pecah. Alenia pertama cukup ditulis:
Pak saleh, 50 tahun, dapat penghargaan. Lalu jelaskan dari siapa penghargaan itu dan apa sebabnya. Pak Saleh yang tangannya buntung itu merasakan cukup haru, ketika Wali Kota….

Di bagian lain disebut: “Saya tidak mengharapkan, ” kata lelaki dengan 9 anak yang tinggal di Depok ini. Dan seterusnya.

Anekdot perlu untuk sebuah feature. Tapi jangan mengada-ada dan dibikin-bikin. Dan kutipan ucapan juga penting, agar pembaca tidak jenuh dengan suatu reportase.

Detil penting tetapi harus tahu kapan terinci betul dan kapan tidak.

Preman itu tertembak dalam jarak 5 meter lebih 35 centi 6 melimeter… , apa pentingnya itu? Sebut saja sekitar 5 meter. Tapi, gol kemenangan Persebaya dicetak pada menit ke 43, ini penting. Tak bisa disebut sekitar menit ke 45, karena menit 45 sudah setengah main. Dalam olahraga sepakbola, menit ke 43 beda jauh dengan menit ke 30. Bahkan dalam atletik, waktu 10.51 detik banyak bedanya dengan 10.24 detik.Ini sudah menyangkut bahasa jurnalistik, nanti ada pembahasan khusus soal ini.

3. Ending

Jika batang tubuh sudah selesai, tinggallah membuat penutup. Dalam berita tidak ada penutup. Untuk feature setidak-tidaknya ada empat jenis penutup.

Penutup ringkasan:
Sifatnya merangkum kembali cerita-cerita yang lepas untuk mengacu kembali ke intro awal atau lead.

Penutup penyengat:
Membuat pembaca kaget karena sama sekali tak diduga-duga. Seperti kisah detektif saja. Misalnya, menulis feature tentang bandit yang berhasil ditangkap setelah melawan. Kisah sudah panjang dan seru, pujian untuk petugas sudah datang, dan bandit itu pun sudah menghuni sel. Tapi, ending feature adalah: Esok harinya, bandit itu telah kabur kembali. Ending ini disimpan sejak tadi.

Penutup klimaks:
Ini penutup biasa karena cerita yang disusun tadi sudah kronologis. Jadi penyelesaiannya jelas. Di masa lalu, ada kegemaran menulis ending yang singkat dengan satu kata saja: Semoga. Sekarang hal seperti ini menjadi tertawaan. Ini sebuah bukti bahwa setiap masa ada kekhasannya.

Penutup tanpa penyelesaian:
Cerita berakhir dengan mengambang. Ini bisa taktik penulis agar pembaca merenung dan mengambil kesimpulan sendiri, tetapi bisa pula masalah yang ditulis memang menggantung, masih ada kelanjutan, tapi tak pasti kapan. (*)