Minggu, 26 September 2010

Elemen Penulisan Feature

Secara kasar karya jurnalistik bisa dibagi menjadi tiga:

* Stright/Spot/ Breaking News — berisi materi penting yang harus segera dilaporkan kepada publik (sering pula disebut breaking news)

* News Feature — memanfaatkan materi penting pada spot news, umumnya dengan memberikan unsur human/manusiawi di balik peristiwa yang hangat atau dengan memberikan latarbelakang (konteks dan perspektif) melalui interpretasi.

* Feature — bertujuan untuk menghibur dan mendidik melalui explorasi elemen-elemen manusiawi (human interest).

Feature bisa berfungsi sebagai penjelasan atau tambahan untuk berita yang sudah disiarkan sebelumnya, memberi latar belakang suatu peristiwa, menyentuh perasaan dan mengharukan, menghidang kan informasi dengan menghibur, juga bisa mengungkap sesuatu yang belum tersiar sebagai berita.

Sambil tetap mempertahankan elemen penulisan berita tradisional (5W +1H) feature juga bisa berfungsi sebagai penjelasan atau tambahan untukberita yang sudah disiarkan sebelumnya, memberi latar belakang suatu peristiwa, menyentuh perasaan dan mengharukan, menghidangkan informasi dengan menghibur, juga bisa mengungkap sesuatu yang belum tersiar sebagai berita.

Meski umumnya enak dibaca, dan karenanya menghibur, feature kadang syarat dengan kadar keilmuan — cuma pengolahannya secara populer. Juga dipakai untuk penulisan berita-berita yang dihasilkan dari pengumpulan bahan yang mendalam.

Dalam persaingan media yang kian ketat tak hanya antar media cetakmelainkan juga antara media cetak dengan televisi, straight/spot news seringkali tak terlalu memuaskan. Spot news cenderung hanya berumur sehari untuk kemudian dibuang, atau bahkan beberapa jam di televisi. Spot news juga cenderung menekankan sekadar unsur elementer dalam berita, namun melupakan latar belakang peristiwa.

Kita memerlukan berita yang lebih dari itu untuk bisa bersaing. Kita memerlukan news feature — perkawinan antara spot news dan feature.

Aapakah feature itu?

Inilah batasan klasik mengenai feature: ”Cerita feature adalah artikel yang kreatif, kadang kadang subyektif, yang terutama dimaksudkan untuk membuat senang dan memberi informasi kepada pembaca tentang suatu kejadian, keadaan atau aspek kehidupan.”

Kreativitas
Berbeda dari penulisan berita biasa, penulisan feature memungkinkan reporter "menciptakan sebuah cerita".

Meskipun masih diikat etika bahwa tulisan harus akurat —karangan fiktif dan khayalan tidak boleh— reporter bisa mencari feature dalam pikirannya, kemudian setelah mengadakan penelitian terhadap gagasannya itu, ia menulis.

Informatif
Feature, yang kurang nilai beritanya, bisa memberikan informasi kepada masyarakat mengenai situasi atau aspek kehidupan yang mungkin diabaikan dalam penulisan berita biasa di koran. Misalnya tentang sebuah museum atau kebun binatang yang terancam tutup.

Aspek informatif mengenai penulisan feature bisa juga dalam bentuk-bentuk lain. Ada banyak feature yang enteng-enteng saja, tapi bila berada di tangan penulis yang baik, feature bisa menjadi alat yang ampuh. Feature bisa menggelitik hati sanubari manusia untuk menciptakan perubahan konstruktif.

Menghibur
Dalam 20 tahun terakhir ini, feature menjadi alat penting bagi suratkabar untuk bersaing dengan media elektronika.

Reporter suratkabar mengakui bahwa mereka tidak akan bisa "mengalahkan" wartawan radio dan televisi untuk lebih dulu sampai ke masyarakat. Wartawan radio dan TV bisa mengudarakan cerita besar hanya dalam beberapa menit setelah mereka tahu. Sementara itu wartawan koran sadar, bahwa baru beberapa jam setelah kejadian, pembacanya baru bisa tahu sesuatu kejadian — setelah koran diantar.

Wartawan harian, apalagi majalah, bisa mengalahkan saingannya, radio dan TV, dengan cerita eksklusif. Tapi ia juga bisa membuat versi yang lebih mendalam (in depth) mengenai cerita yang didengar pembacanya dari radio.

Dengan patokan seperti ini dalam benaknya, reporter selalu mencari feature, terhadap berita-berita yang paling hangat. Cerita feature biasanya eksklusif, sehingga tidak ada kemungkinan dikalahkan oleh radio dan TV atau koran lain.

Feature memberikan variasi terhadap berita-berita rutin seperti pembunuhan, skandal, bencana dan pertentangan yang selalu menghiasi kolom-kolom berita, feature bisa membuat pembaca tertawa tertahan.

Seorang reporter bisa menulis "cerita berwarna-warni" untuk menangkap perasaan dan suasana dari sebuah peristiwa. Dalam setiap kasus, sasaran utama adalah bagaimana menghibur pembaca dan memberikan kepadanya hal-hal yang baru dan segar.

Awet
Menurut seorang wartawan kawakan, koran kemarin hanya baik untuk bungkus kacang. Unsur berita yang semuanya penting luluh dalam waktu 24 jam. Berita mudah sekali "punah", tapi feature bisa disimpan berhari, berminggu, atau berulan bulan. Koran-koran kecil sering membuat simpanan ”naskah berlebih” – kebanyakan feature. Feature ini diset dan disimpan di ruang tata muka, karena editor tahu bahwa nilai cerita itu tidak akan musnah dimakan waktu.

Dalam kacamata reporter, feature seperti itu mempunyai keuntungan lain. Tekanan deadline jarang, sehingga ia bisa punya waktu cukup untuk mengadakan riset secara cermat dan menulisnya kembali sampai mempunyai mutu yang tertinggi.

Sebuah feature yang mendalam memerlukan waktu cukup. Profil seorang kepala polisi mungkin baru bisa diperoleh setelah wawancara dengan kawan-kawan sekerjanya, keluarga, musuh-musuhnya dan kepala polisi itu sendiri. Diperlukan waktu juga untuk mengamati tabiat, reaksi terhadap keadaan tertentu perwira itu.

Subjektivitas
Beberapa feature ditulis dalam bentuk "aku", sehingga memungkinkan reporter memasukkan emosi dan pikirannya sendiri. Meskipun banyak reporter, yang dididik dalam reporting obyektif, hanya memakai teknik ini bila tidak ada pilihan lain, hasilnya bisa enak dibaca.

Tapi, reporter-reporter muda harus awas terhadap cara seperti itu. Kesalahan umum pada reporter baru adalah kecenderungan untuk menonjolkan diri sendiri lewat penulisan dengan gaya "aku". Kebanyakan wartawan kawakan memakai pedoman begini: "Kalau Anda bukan tokoh utama, jangan sebut-sebut Anda dalam tulisan Anda."

Singkat kata, berbeda dengan berita, tulisan feature memberikan penekanan yang lebih besar pada fakta-fakta yang penting – fakta-fakta yang mungkin merangsang emosi (menghibur, memunculkan empati, di samping tetap tidak meninggalkan unsur informatifnya). Karena penakanan itu, tulisan feature sering disebut kisah human interest atau kisah yang berwarna.

Mencari gagasan

Ide feature itu bisa diperoleh dari berbagai hal. Bisa dari kelanjutan berita-berita aktual, bisa mendompleng hari-hari tertentu, atau profil tokoh yang sedang ramai dibicarakan. Yang penting ada newspeg (cantelan berita), karena feature bukan fiksi. Ia fakta yang ditulis dengan gaya mirip fiksi. Kita bisa menggali ide dengan menengok beberapa jenis feature di bawah ini

Bentuk-bentuk feature

1. Feature kepribadian (profil)

Profil mengungkap manusia yang menarik. Misalnya, tentang seseorang yang secara dramatik, melalui berbagai liku-liku, kemudian mencapai karir yang istimewa dan sukses atau menjadi terkenal karena kepribadian mereka yang penuh warna. Agar efektif, profil seperti ini harus lebih dari sekadar daftar pencapaian dan tanggal tanggal penting dari kehidupan si individu. Profil harus bisa mengungkap karakter manusia itu.

Untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan, penulis feature tentang pribadi seperti ini seringkali harus mengamati subyek mereka ketika bekerja; mengunjungi rumah mereka dan mewawancara teman-teman, kerabat dan kawan bisnis mereka. Profil yang komplit sebaiknya disertai kutipan-kutipan si subyek yang bisa menggambarkan dengan pas karakternya. Profil yang baik juga semestinya bisa memberikan kesan kepada pembacanya bahwa mereka telah bertemu dan berbicara dengan sang tokoh.

Banyak sumber yang diwawancara mungkin secara terbuka berani mengejutkan Anda dengan mengungkap rahasia pribadi atau anekdot tentang si subyek. Tapi, banyak sumber lebih suka meminta agar identitasnya dirahasiakan. Informasi sumber-sumber itu penting untuk memberikan balans dalam penggambaran si tokoh.

2. Feature sejarah

Feature sejarah memperingati tanggal-tanggal dari peristiwa penting, seperti proklamasi kemerdekaan, pemboman Hiroshima atau pembunuhan jenderal-jenderal revolusi. Koran juga sering menerbitkan feature peringatan 100 tahun lahir atau meninggalnya seorang tokoh.

Kisah feature sejarah juga bisa terikat pada peristiwa-peristiawa mutakhir yang memangkitkan minat dalam topik mereka. Jika musibah gunung api terjadi, Koran sering memuat peristiwa serupa di masa lalu.

Feature sejarah juga sering melukiskan landmark (monumen/gedung) terkenal, pionir, filosof, fasilitas hiburan dan medis, perubahan dalam komposisi rasial, pola perumahan, makanan, industri, agama dan kemakmuran.

Setiap kota atau sekolah memiliki peristiwa menarik dalam sejarahnya. Seorang penulis feature yang bagus akan mengkaji lebih tentang peristiwa-peristiwa itu, mungkin dengan dokumen historis atau dengan mewawancara orang-orang yang terlibat dalam peristiwa-peristiwa bersejarah.

3. Feature petualangan

Feature petualangan melukiskan pengalaman-pengalaman istimewa dan mencengangkan — mungkin pengalaman seseorang yang selamat dari sebuah kecelakaan pesawat terbang, mendaki gunung, berlayar keliling dunia pengalaman ikut dalam peperangan.

Dalam feature jenis ini, kutipan dan deskripsi sangat penting. Setelah bencana, misalnya, penulis feature sering menggunakan saksi hidup untuk merekontruksikan peristiwa itu sendiri. Banyak penulis feature jenis ini memulai tulisannya dengan aksi — momen yang paling menarik dan paling dramatis.

4. Feature musiman

Reporter seringkali ditugasi untuk menulis feature tentang musim dan liburan, tentang Hari Raya, Natal, dan musim kemarau. Kisah seperti itu sangat sulit ditulis, karena agar tetap menarik, reporter harus menemukan angle atau sudut pandang yang segar. Contoh yang bisa dipakai adalah bagaimana seorang penulis menyamar menjadi Sinterklas di Hari Natal untuk merekam respon atau tingkah laku anak-anak di seputar hari raya itu.

5. Feature interpretatif

Feature dari jenis ini mencoba memberikan deskripsi dan penjelasan lebih detil terhadap topik-topik yang telah diberitakan. Feature interpretatif bisa menyajikan sebuah organisasi, aktifitas, trend atau gagasan tertentu. Misalnya, setelah kisah berita menggambarkan aksi terorisme, feature interpretatif mungkin mengkaji identitas, taktik dan tujuan terotisme.

Berita memberikan gagasan bagi ribuan feature semacam ini. Setelah perampokan bank, feature interpretatif bisa saja menyajikan tentang latihan yang diberikan bank kepada pegawai untuk menangkal perampokan. Atau yang mengungkap lebih jauh tipikal perampok bank, termasuk peluang perampok bisa ditangkap dan dihukum.

6. Feature kiat (how-to-do-it feature)

Feature ini berkisah kepada pembacanya bagaimana melakukan sesuatu hal: bagaimana membeli rumah, menemukan pekerjaan, bertanam di kebun, mereparasi mobil atau mempererat tali perkawinan. Kisah seperti ini seringkali lebih pendek ketimbang jenis feature lain dan lebih sulit dalam penulisannya.

Reporter yang belum berpengalaman akan cenderung menceramahi atau mendikte pembaca — memberikan opini mereka sendiri — bukannya mewawancara sumber ahli dan memberikan advis detil dan faktual.

Teknik penulisan

Jika dalam penulisan berita yang diutamakan ialah pengaturan fakta-fakta, maka dalam penulisan feature kita dapat memakai teknik ”mengisahkan sebuah cerita”. Memang itulah kunci perbedaan antara berita ”keras” (spot news) dan feature. Penulis feature pada hakikatnya adalah seorang yang berkisah.

Penulis melukis gambar dengan kata-kata: ia menghidupkan imajinasi pembaca; ia menarik pembaca agar masuk ke dalam cerita itu dengan membantunya mengidentifikasikan diri dengan tokoh utama.

Penulis feature untuk sebagian besar tetap menggunakan penulisan jurnalistik dasar, karena ia tahu bahwa teknik-teknik itu sangat efektif untuk berkomunikasi. Tapi bila ada aturan yang mengurangi kelincahannya untuk mengisahkan suatu cerita, ia segera menerobos aturan itu.

Konsep "piramida terbalik" sering ditinggalkan. Terutama bila urutan peristiwa sudah dengan sendirinya membentuk cerita yang baik.

Elemen Feature Terpenting: Deskripsi dan Narasi

Lukiskan, bukan katakan...!

Pernahkah Anda membaca sebuah tulisan dan sampai bertahun kemudian mengingat deskripsi dalam tulisan itu?

Kita umumnya terkesan pada sebuah tulisan yang mampu melukis secara kuat gambaran di dalam otak kita. Deskripsi yang kuat adalah alat yang digdaya bagi para penulis, apapun yang kita tulis: esai, artikel, feature, berita, cerpen, novel atau puisi.

Bagaimana cara belajar membuat deskripsi yang kuat dan hidup?

Cara terbaik untuk melakukannya adalah menerapkan konsep “Show-Not-Tell” atau “Lukiskan, bukan Katakan”. Ubahlah pernyataan yang kering dan kabur menjadi paragraf berisi ilustrasi memukau.

Perhatikan kalimat ini: “Nasib nenek itu sangat malang”

Kalimat “mengatakan/telling” itu bisa diubah menjadi paragraf “melukiskan/showing” seperti ini:

Umurnya 60 tahun. Dia hidup sebatang kara. Para tetangganya, orang-orang papa yang tinggal di gubuk kardus perkampungan liar-kumuh Kota Bandung, mengenalnya dengan nama sederhana: “Emak”.
Tidak ada yang tahu nama aslinya. Awal pekan ini, Emak ditemukan meninggal, tiga hari setelah para tetangganya melihatnya hidup terakhir kali. “
Sejak Jumat pekan lalu, Emak tidak pernah kelihatan,” kata seorang
tetangganya. “Saat gubuknya dilongok, Emak sudah terbujur kaku di dalam.”
Jika kita menggunakan konsep “Show Not Tell”, paragraf-paragraf akan terbentuk secara alami, kuat, hidup dan mudah dikenang.

Hindari kata keterangan atau kata sifat

Feature yang bagus memaparkan soal yang kongkret dan spesifik. Salah satu caranya adalah dengan menghindari kata-kata sifat seperti tinggi, kaya, cantik, dan kata tak tidak spesifik, cukup besar, lumayan heboh, keren abis.

”Kata sifat adalah musuh bebuyutan kata benda,” kata pujangga Prancis Voltaire.

Contoh:

1. Konser Peterpan itu heboh banget.

Konser Peterpan di Gelanggang Senayan dihadiri oleh 50.000 penonton. Tiket seharga Rp 200 sudah habis ludes sebulan sebelum pertunjukan. Penonton yang rata-rata siswa SMP dan SMA berdesak-desakan. Duapuluh orang pingsan, ketika para penonton berjingkrak mengikuti lagu “Ada Apa Denganmu”.

2. Ahmad seorang petani miskin.

Ahmad tinggal bersama seorang istri dan anaknya di gubuk beratap rumbia. Tiap hari mereka hanya bisa makan sekali, itupun nasi jagung tanpa lauk.

3. Mak Eroh marah besar.

“Pemerintah zalim!” kata Mak Eroh, istri seorang nelayan yang suaminya tak bisa ke laut karena kanaikan harga solar.*

Struktur penulisan

1. Lead

Mari kita tinggalkan difinisi apa itu feature dan kita langsung ke teknik penulisannya. Ini yang lebih penting. Kita tahu bahwa berita umumnya ditulis dengan teknik piramida terbalik dan harus memenuhi unsur 5 W + 1 H (what, who, why, when, where: apa, siapa, mengapa, kapan, di mana, bagaimana).

Untuk penerbitan berupa koran, susunan piramida terbalik ini penting karena jika terjadi pemotongan karena tak ada tempat, pemotongan langsung dilakukan dari bagian belakang. Ini berarti lead berita itu pastilah yang terpenting dari isi berita itu sendiri. Ini harus memikat, tanpa itu berita tak menarik perhatian. Feature hampir sama dalam masalah lead, artinya harus memikat.

Tetapi feature tidak tunduk pada ketentuan piramida terbalik. Feature ditulis dengan teknik lead, tubuh dan ending (penutup). Penutup sebuah feature hampir sama pentingnya dengan lead. Mungkin di sana ada kesimpulan atau ada celetukan yang menggoda, atau ada sindiran dan sebagainya. Karena itu kalau memotong tulisan feature, tak bisa main gampang mengambil paling akhir.

Semua bagian dalam fetaure itu penting. Namun yang terpenting memang lead, karena di sanalah pembuka jalan. Gagal dalam menuliskan lead pembaca bisa tidak meneruskan membaca. Gagal berarti kehilangan daya pikat. Di sini penulis feature harus pandai betul menggunakan kalimatnya. Bahasa harus rapi dan terjaga bagus dan cara memancing itu haruslah jitu.Tak ada teori yang baku bagaimana menulis lead sebuah feature. Semuanya berdasarkan pengalaman dan juga perkembangan. Namun, sebagai garis besar beberapa contoh lead saya sebutkan di sini:

Lead Ringkasan:
Lead ini hampir sama saja dengan berita biasa, yang ditulis adalah inti ceritanya. Banyak penulis feature menulis lead gaya ini karena gampang.

Misal:
Walaupun dengan tangan buntung, Pak Saleh sama sekali tak merasa rendah diri bekerja sebagai tukang parkir di depan kampus itu.

Pembaca sudah bisa menebak, yang mau ditulis adalah tukang parkir bernama Pak Saleh yang cacat. Yang berminat bisa meneruskan membaca, yang tak berminat — apalagi sebelumnya tak ada berita tentang Pak Saleh itu — bisa melewatkan begitu saja.

Lead Bercerita:
Lead ini menciptakan suatu suasana dan membenamkan pembaca seperti ikut jadi tokohnya.

Misal:
Anggota Reserse itu melihat dengan tajam ke arah senjata lelaki di depannya. Secepat kilat ia meloncat ke samping dan mendepak senjata lawannya sambil menembakkan pistolnya. Dor… Preman itu tergeletak sementara banyak orang tercengang ketakutan menyaksi kan adegan yang sekejap itu …..

Pembaca masih bertanya apa yang terjadi. Padahal feature itu bercerita tentang operasi pembersihan preman-preman yang selama ini mengacau lingkungan pemukiman itu.

Lead Deskriptif:
Lead ini menceritakan gambaran dalam pembaca tentang suatu tokoh atau suatu kejadian. Biasanya disenangi oleh penulis yang hendak menulis profil seseorang.

Misal:
Keringat mengucur di muka lelaki tua yang tangannya buntung itu, sementara pemilik kendaraan merelakan uang kembalinya yang hanya dua ratus rupiah. Namun lelaki itu tetap saja merogoh saku dengan tangan kirinya yang normal, mengambil dua koin ratusan. Pak Saleh, tukang parkir yang bertangan sebelah itu, tak ingin dikasihani …..

Pembaca mudah terhanyut oleh lead begini, apalagi penulisnya ingin membuat kisah Pak Saleh yang penuh warna.

Lead Kutipan:
Lead ini bisa menarik jika kutipannya harus memusatkan diri pada inti cerita berikutnya. Dan tidak klise.

Misal:
“Saya lebih baik tetap tinggal di penjara, dibandingkan bebas dengan pengampunan. Apanya yang diampuni, saya kan tak pernah bersalah,” kata Sri Bintang Pamungkas ketika akan dibebaskan dari LP Cipinang. Walau begitu, Sri Bintang toh mau juga keluar penjara dijemput anak-istri.. .. dan seterusnya.

Pembaca kemudian digiring pada kasus pembebasan tapol sebagai tekad pemerintahan yang baru. Hati-hati dengan kutipan klise.

Contoh:
“Pembangunan itu perlu untuk mensejahterakan rakyat dan hasil-hasilnya sudah kita lihat bersama,” kata Menteri X di depan masa yang melimpah ruah. Pembaca sulit terpikat padahal bisa jadi yang mau ditulis adalah sebuah feature tentang keterlibatan masyarakat dalam pembangunan yang agak unik.

Lead Pertanyaan:
Lead ini menantang rasa ingin tahu pembaca, asal dipergunakan dengan tepat dan pertanyaannya wajar saja. Lead begini sebaiknya satu alinea dan satu kalimat, dan kalimat berikutnya sudah alinea baru.

Misal:
Untuk apa mahasiswa dilatih jurnalistik? Memang ada yang sinis dengan Pekan Jurnalistik Mahasiswa yang diadakan ini. Soalnya, penerbitan pers di kampus ini tak bisa lagi mengikuti kaidah-kaidah jurnalistik karena terlalu banyaknya batasan-batasan dan larangan ….

Pembaca kemudian disuguhi feature soal bagaimana kehidupan pers kampus di sebuah perguruan tinggi.

Lead Menuding:
Lead ini berusaha berkomunikasi langsung dengan pembaca dan ciri-cirinya adalah ada kata “Anda” atau “Saudara”. Pembaca sengaja dibawa untuk menjadi bagian cerita, walau pembaca itu tidak terlibat pada persoalan.

Misal:
Saudara mengira sudah menjadi orang yang baik di negeri ini. Padahal, belum tentu. Pernahkah Saudara menggunakan jembatan penyeberangan kalau melintas di jalan? Pernahkah Saudara naik ke bus kota dari pintu depan dan tertib keluar dari pintu belakang? Mungkin tak pernah sama sekali. Saudara tergolong punya disiplin yang, maaf, sangat kurang.

Pembaca masih penasaran feature ini mau bicara apa. Ternyata yang disoroti adalah kampanye disiplin nasional.

Lead Penggoda:
Lead ini hanya sekadar menggoda dengan sedikit bergurau. Tujuannya untuk menggaet pembaca agar secara tidak sadar dijebak ke baris berikutnya. Lead ini juga tidak memberi tahu, cerita apa yang disuguhkan karena masih teka-teki.

Misal:
Kampanye menulis surat di masa pemerintahan Presiden Soeharto ternyata berhasil baik dan membekas sampai saat ini. Bukan saja anak-anak sekolah yang gemar menulis surat, tetapi juga para pejabat tinggi di masa itu keranjingan menulis surat.

Nah, sampai di sini pembaca masih sulit menebak, tulisan apa ini?

Alinea berikutnya:
Kini, ada surat yang membekas dan menimbulkan masalah bagi rakyat kecil. Yakni, surat sakti Menteri PU kepada Gubernur DKI agar putra Soeharto, Sigit, diajak berkongsi untuk menangani PDAM DKI Jakarta. Ternyata bukannya menyetor uang tetapi mengambil uang setoran PDAM dalam jumlah milyaran…. dan seterusnya.

Pembaca mulai menebak-nebak, ini pasti feature yang bercerita tentang kasus PDAM DKI Jaya. Tetapi, apa isi feature itu, apakah kasus kolusinya, kesulitan air atau tarifnya, masih teka-teki dan itu dijabarkan dalam alinea berikutnya.

Lead Nyentrik:
Lead ini nyentrik, ekstrim, bisa berbentuk puisi atau sepotong kata-kata pendek. Hanya baik jika seluruh cerita bergaya lincah dan hidup cara penyajiannya.

Misal:
Reformasi total.
Mundur.
Sidang Istimewa.
Tegakkan hukum.
Hapus KKN.

Teriakan itu bersahut-sahutan dari sejumlah mahasiswa di halaman gedung DPR/MPR untuk menyampaikan aspirasi rakyat …. dst….

Pembaca digiring ke persoalan bagaimana tuntutan reformasi yang disampaikan mahasiswa.

Lead Gabungan:
Ini adalah gabungan dari beberapa jenis lead tadi.

Misal:
“Saya tak pernah mempersoalkan kedudukan. Kalau memang mau diganti, ya, diganti,” kata Menteri Sosial sambil berjalan menuju mobilnya serta memperbaiki kerudungnya. Ia tetap tersenyum cerah sambil menolak menjawab pertanyaan wartawan. Ketika hendak menutup pintu mobilnya, Menteri berkata pendek: “Bapak saya sehat kok, keluarga kami semua sehat….”

Ini gabungan lead kutipan dan deskriptif. Dan lead apa pun bisa digabung-gabungkan.

2. Batang Tubuh

Setelah tahu bagaimana lead yang baik untuk feature, tiba saatnya berkisah menulis batang tubuh. Yang pertama diperhatikan adalah fokus cerita jangan sampai menyimpang. Buatlah kronologis, berurutan dengan kalimat sederhana dan pendek-pendek.

Deskripsi, baik untuk suasana maupun orang (profil), mutlak untuk pemanis sebuah feature. Kalau dalam berita, cukup begini: Pak Saleh mendapat penghargaan sebagai tukang parkir teladan. Paling hanya dijelaskan sedikit soal Pak Saleh. Tapi dalam feature, saudara dituntut lebih banyak. Profil lengkap Pak Saleh diperlukan, agar orang bisa membayangkan.

Tapi tak bisa dijejal begini:
Pak Saleh, tukang parkir di depan kampus itu, yang tangan kanannya buntung, umurnya 50 tahun, anaknya 9, rumahnya di Depok, dapat penghargaan.

Data harus dipecah-pecah. Alenia pertama cukup ditulis:
Pak saleh, 50 tahun, dapat penghargaan. Lalu jelaskan dari siapa penghargaan itu dan apa sebabnya. Pak Saleh yang tangannya buntung itu merasakan cukup haru, ketika Wali Kota….

Di bagian lain disebut: “Saya tidak mengharapkan, ” kata lelaki dengan 9 anak yang tinggal di Depok ini. Dan seterusnya.

Anekdot perlu untuk sebuah feature. Tapi jangan mengada-ada dan dibikin-bikin. Dan kutipan ucapan juga penting, agar pembaca tidak jenuh dengan suatu reportase.

Detil penting tetapi harus tahu kapan terinci betul dan kapan tidak.

Preman itu tertembak dalam jarak 5 meter lebih 35 centi 6 melimeter… , apa pentingnya itu? Sebut saja sekitar 5 meter. Tapi, gol kemenangan Persebaya dicetak pada menit ke 43, ini penting. Tak bisa disebut sekitar menit ke 45, karena menit 45 sudah setengah main. Dalam olahraga sepakbola, menit ke 43 beda jauh dengan menit ke 30. Bahkan dalam atletik, waktu 10.51 detik banyak bedanya dengan 10.24 detik.Ini sudah menyangkut bahasa jurnalistik, nanti ada pembahasan khusus soal ini.

3. Ending

Jika batang tubuh sudah selesai, tinggallah membuat penutup. Dalam berita tidak ada penutup. Untuk feature setidak-tidaknya ada empat jenis penutup.

Penutup ringkasan:
Sifatnya merangkum kembali cerita-cerita yang lepas untuk mengacu kembali ke intro awal atau lead.

Penutup penyengat:
Membuat pembaca kaget karena sama sekali tak diduga-duga. Seperti kisah detektif saja. Misalnya, menulis feature tentang bandit yang berhasil ditangkap setelah melawan. Kisah sudah panjang dan seru, pujian untuk petugas sudah datang, dan bandit itu pun sudah menghuni sel. Tapi, ending feature adalah: Esok harinya, bandit itu telah kabur kembali. Ending ini disimpan sejak tadi.

Penutup klimaks:
Ini penutup biasa karena cerita yang disusun tadi sudah kronologis. Jadi penyelesaiannya jelas. Di masa lalu, ada kegemaran menulis ending yang singkat dengan satu kata saja: Semoga. Sekarang hal seperti ini menjadi tertawaan. Ini sebuah bukti bahwa setiap masa ada kekhasannya.

Penutup tanpa penyelesaian:
Cerita berakhir dengan mengambang. Ini bisa taktik penulis agar pembaca merenung dan mengambil kesimpulan sendiri, tetapi bisa pula masalah yang ditulis memang menggantung, masih ada kelanjutan, tapi tak pasti kapan. (*)

Senin, 19 Januari 2009

Menatap Kemegahan Kualalumpur dari Skybridge

*Negeri Hang Tuah, Genting, dan Menara Kembar (3-Selesai)


DI ketinggian 170 meter dari permukaan tanah, di sebuah jembatan, ada perasaan aneh menatap Kualalumpur. Serasa mimpi tapi nyata. Itulah Skybridge.

BUYUNG MAKSUM, Kualalumpur
buyung@fajar.co.id

JANGAN datang ke Kualalumpur, Malaysia, jika tak bertandang ke Twin Towers alias Menara Kembar. Inilah gedung kembar tertinggi di dunia. Kedua menara dihubungkan sebuah jembatan bertingkat dua di lantai 41 dan 42. Jembatan itu bernama Skybridge. Jembatan ini sangat elastis sehingga tidak kaku saat angin bertiup kencang.

Sungguh berbahagia mendapat fasilitas khusus berkunjung ke Twin Towers dan melintas di Skybridge, apalagi jembatan tingkat dua. Maklum, jembatan di lantai ini hanya dikhususkan bagi tamu-tamu eksklusif Petronas. Jembatan tingkat satu diperuntukkan bagi warga umum. Rombongan kami dari Makassar; Dealer and Media Visit to Petronas Malaysia, tak perlu antre berjam-jam untuk menatap seluruh Kualalumpur dari jembatan tersohor itu. Selasa, 13 Januari, kami meraih mimpi itu.

Twin Towers adalah kantor pusat Petronas Lubricants International SDN BHD. Bangunan ini sepenuhnya milik Petronas. Tower I dan setengah Tower II khusus digunakan Petronas sebagai markas utama. Dari tempat inilah sirkulasi manajemen minyak produk Petronas dirancang dan dikomando. Setengah Tower II lainnya disewa berbagai perusahaan dari mancanegara. Ada juga supermarket, restoran, dan kafe. Termasuk Suria KLCC, mal besar dan menjual barang-barang bermerek.

Mulai dirancang Januari 1992 dan pembangunan pondasi diawali Maret 1993. Pada 31 Agustus 1999, Perdana Menteri Malaysia, YAB Dato Seri Dr Mahatir Mohamad, meresmikan penggunaan Twin Towers yang masing-masing bangunan berlantai 88.

Dari permukaan tanah hingga ujung atas, Twin Towers mencapai 452 meter atau 1483 kaki. Di setiap lantai menara dilengkapi sepuluh eskalator. Ada 29 lift dengan berkecepatan tinggi. Untuk mencapai lantai 42 dari lantai satu, lift hanya butuh waktu kurang dari semenit.

Seluruh bangunan menggunakan 36.910 ton besi. Setiap menara memiliki beban hingga 300 ribu ton. Di basement tersedia lima lokasi parkir berkapasitas 5.400 mobil. Total kawasan yang terpakai mencapai 103 hektare.

Twin Towers memang menjadi lokasi wisata menarik. Setiap pekan, wisatawan bisa menikmati Skybridge mulai pukul 09.00 hingga 17.00. Gratis. Hanya saja, perlu berjam-jam untuk mengantre di loket tiket masuk. Setiap hari, 1.600 orang berkunjung ke sini. "Ahad (Hari Minggu, red) tertutup untuk umum," kata Senior Regional Engineer Certified Lubricant Specialist-Stle and Service Petronas Lubricants International SDN BHD, Shamsul Bahrin Mokri.

Perancang Twin Towers bernama Cesar Pelli. Dia desainer bangunan asal Italia yang mampu merefleksikan budaya Islam pada karyanya. Bentuk lantainya berupa dua buah persegi yang berpotongan membentuk bintang berujung delapan. Di setiap titik perpotongannya ditambahkan sepotong lingkaran.

Di Twin Towers, rombongan kami dijamu di lantai 41. Dari tempat ini, terlihat jelas Menara Kualalumpur yang tingginya mencapai 421 meter. Bandingkan dengan Monumen Nasional di Jakarta yang hanya 132 meter. Menara Kualalumpur buatan tahun 1994 ini dirancang putra Indonesia bernama Achmad Moerdijat. Sepulang dari Twin Towers, kami juga mengunjungi menara ini.

***

Kualalumpur kini dijadikan pusat kawasan perdagangan dan pariwisata. Ibukota pemerintahan tak lagi berpusat di sini. Sejak enam tahun lalu, pusat pemerintahan Malaysia berpindah ke Putrajaya. Jaraknya sekitar 25 kilometer dari Kualalumpur. Terletak antara Sirkuit Sepang dan Kualalumpur.

Selama satu jam saya bertandang ke Putrajaya. Penataannya sangat apik. Bersih. Kantor Diraja Malaysia, tempat Yang Dipertuan Agung sehari-hari bekerja, berdiri megah di tepi tasik. Di kawasan itu pula sang perdana menteri dan seluruh anggota kabinetnya berkantor.

Ada sebuah masjid besar di sini, Masjid Putra. Di halaman masjid yang disulap menjadi taman, saya bersua dengan seorang pemuda yang bertugas sebagai pengawas kebersihan. Namanya Suparto. Pria asal Solo yang sudah setahun mengadu nasib di Malaysia. Sebulan, Suparto mendapat gaji sebagai buruh outsourching sebesar RM1.200 atau setara Rp 3,84 juta.

Meski bergaji besar untuk ukuran Indonesia, Suparto tak berminat pindah kewarganegaraan. "Saya tetap pilih Indonesia. Tak mau tinggal di sini. Saya lebih suka Indonesia," kata dia.

***

Melaka, Genting, dan Twin Towers merupakan contoh kecil sukses Malaysia membangun pariwisata. Kini negara itu menjadi tujuan wisata internasional. Tahun 2008, tercatat 22 juta lebih warga asing melancong ke sana. Singapura berada di posisi pertama dengan 9,6 juta orang.

Di posisi kedua? Jangan kaget. Peringkat ini milik Indonesia. Tahun lalu, wisatawan asal Indonesia yang berkunjung ke Malaysia mencapai 2,4 juta orang. "Naik 34,6 persen dibanding tahun 2007," jelas Pengarah Bahagian Komunikasi dan Publisiti Kementerian Pelancongan Malaysia, Wan Zawawi Mohammed.

Zawawi melaporkan, setiap wisatawan rata-rata menghabiskan masa tinggal 6,3 hari dan berbelanja RM2.197. Dengan kurs RM1 sama dengan Rp 3.200, total uang yang dihabiskan pelancong asal Indonesia di Malaysia sepanjang tahun lalu mencapai Rp 1,7 triliun. Angka yang tentu saja sangat fantastis. (*)

Genting; Ini Ide Orang Gila

*Negeri Hang Tuah, Genting, dan Menara Kembar (2)


KARYA-KARYA besar kerap lahir dari ide gila. Begitupun Genting. Puncak gunung yang disulap menjadi kota tujuan utama wisatawan.

BUYUNG MAKSUM, Pahang

LAGU Negeri di Awan memang milik Katon Bagaskara yang warga negara Indonesia. Namun, sesungguhnya, negeri di awan itu bukan milik kita. Cobalah tengok ke negeri jiran, Malaysia. Di Pahang, salah satu dari 14 kesultanan yang menyatu dalam Diraja Malaysia, negeri di awan itu berada.

Letaknya di titik tertinggi Malaysia selatan. Tepatnya di puncak Gunung Genting. Sewaktu saya tiba di tempat ini, Sabtu malam, 10 Januari, gelap sudah membalut. Dari sepuluh kilometer sudah terpancar cahaya di puncak Genting meski saat itu tak ada cahaya rembulan. Dari area seluas 100 kali Lapangan Karebosi, puluhan, ratusan, bahkan ribuan cahaya seolah berlomba menerangi tempat ini. Cantik, menawan, mengundang decak kagum.

Sulit membayangkan menginap di hotel yang berada di titik kulminasi sebuah gunung. Di ketinggian sekira 5.000 meter di atas permukaan laut. Suhu rata-rata 15 derajat Celcius. Rombongan kami dari Makassar; Dealer and Media Visit to Petronas Malaysia, ditempatkan di First World Hotel.

Inilah hotel terbesar di Genting, sekaligus hotel dengan kamar terbanyak di dunia. Saya menginap di lantai 28, puncak hotel. Dari lantai ini terlihat sebagian besar wilayah Genting. Termasuk jalan berkelok mirip ular, dari dan menuju Genting.

First World Hotel memiliki 6.118 kamar, termasuk ruang-ruang tempat bermain judi. Prestasi ini tercatat dalam Guinness World Records. Juga ditorehkan dengan tinta emas di selembar sertifikat Ripley's; Belive It or Not!. First World Hotel, dunia mengakuinya.

Meski ada beberapa hotel di Genting, namun First World Hotel menjadi pionir. Inilah pusat keramaian Genting. Di sini pula ragam bentuk permainan dan arena judi digelar. Saya sempat mencoba beberapa di antaranya. Termasuk flying coaster, salah satu permainan yang mewajibkan penggunanya punya adrenalin tinggi. Orang yang berpenyakit jantung sebaiknya hati-hati memilih permainan di tempat ini.

Genting punya motto City of Entertainment atau kota hiburan. Segala bentuk hiburan --kecuali striptis atau penyanyi seronok lainnya- ada di Genting. Arena hiburan untuk anak-anak juga superlengkap. Termasuk pusat-pusat belanja. Ini memang menjadi strategi bagi pengelola Genting. Suami main judi, istri shopping, anak-anak bermanja di taman main.

Untuk menikmati seluruh lokasi permainan, baik indoor maupun outdoor, cukup murah. Perorang ditawarkan RM 55 atau setara Rp 176 ribu perhari dengan kurs RM 1 sama dengan Rp 3.200. Ada 34 jenis permainan outdoor dan 25 titik di indoor.

Di Genting, juga ada permainan bernama sky venture. Enam menit anda terbang di udara dalam sebuah tabung yang mendapat tekanan udara besar dari bawah. Para pemain sky venture dilengkapi pakaian seperti baju penerjun payung dan helm.

Bagi penikmat judi, inilah surganya. Anda bisa memainkan hampir segala jenis judi di tempat ini. Maaf, Genting bukan tempat untuk pejudi kecil-kecilan. Minimal anda harus mempertaruhkan sejuta rupiah sekali main.

Tidak semua orang bisa masuk ke lokasi judi. Jika belum berusia 21 tahun, bersiap-siaplah diusir Polis Bantuan (sebutan untuk pengamanan swasta di Malaysia). Lokasi judi juga haram bagi muslim Malaysia. Wajah-wajah Melayu wajib menunjukkan paspor bila hendak masuk ke ruang judi.

Saya masuk di kedua ruang judi atau kasino di First World. Pintu masuk hanya satu tempat. Ruangan saling bersebelahan. Di ruang kanan, lokasinya relatif kecil. Pemainnya juga rata-rata masih tergolong “junior”. Suasana agak berbeda terlihat di ruang kiri. Di bagian luar tempat yang lebih luas ini, suasana tak jauh beda dengan ruang judi sebelah kanan.

Namun “panasnya” arena judi sangat terasa di ruang Monte Carlo. Taruhan di meja judi cukup besar. Sekali pasang bisa sampai RM 2.000 atau setara Rp 6,4 juta. Padahal sekali duduk, para pejudi bisa pasang taruhan lebih dari sepuluh kali. Sayang sekali, sangat tidak dibenarkan memotret suasana di seluruh arena judi yang berlangsung 24 jam ini. Ketahuan motret, selain kamera disita, pelaku juga berhadapan dengan hukum Malaysia.

Itulah sisi lain dari Genting; judi dan berbagai permainan. Satu lagi yang tak bisa dilupa adalah kuliner. Di sini beragam menu ditawarkan. Anda sisa memilih mau makan apa, hampir pasti ada. Bahkan aneka hewan laut yang didatangkan khusus dari mancanegara pun tersaji. Tergantung dari perut dan ketebalan dompet anda.

***

HAJI Muhammad Tahir, teman saya yang punya usaha bengkel di Sungguminasa, tak bisa menahan decak kagum menyaksikan keelokan Genting. Empat puluh delapan jam di Genting membuatnya seolah menemukan kembali masa kecilnya. Abeng --demikian dia bisa kami sapa-- mencoba hampir semua jenis permainan di tempat itu. Kecuali judi dan space shot. Yang terakhir adalah jenis permainan di mana pemainnya dijatuhkan dari ketinggian sekira 100 meter.

“Orang gila yang membuat tempat ini,” kata Abeng.

"Ide gila itu memang selalu melahirkan karya-karya besar, Pak Haji,” tukas Andi Syamsul Rizal, diler pelumas Petronas di Palopo.

Selain “gila”, Genting juga berdampak besar terhadap perkembangan Malaysia. Konon, 40 persen pemasukan Genting digunakan untuk membangun Malaysia. Termasuk pelayanan pendidikan dan kesehatan gratis.

Melalui Genting, pemerintah Malaysia memang mampu meraup devisa sangat besar. Genting mampu mendongkrak jumlah wisatawan asing yang berkunjung ke negara itu. Dan siapa sangka, jika pemasuk devisa terbesar kedua bagi Malaysia dari sektor pariwisata adalah Indonesia. Pemasuk pertama ditempati Singapura, negara yang notabene pernah serumah dengan Pahang di bawah bendera Diraja Malaysia. (buyung@fajar.co.id)

Melaka, Tua Nan Elok

*Negeri Hang Tuah, Genting, dan Menara Kembar (1)


TANAH Hang Tuah menjadi saksi keelokan masa lalu dan masa modern.

BUYUNG MAKSUM, Melaka

KOTA Seribu Museum, Kota Tua, dan berbagai julukan lainnya ditujukan kepada kota yang satu ini. Namanya Melaka. Ada juga yang menyebutnya Malaka atau Malacca. Dia adalah salah satu dari 14 kesultanan yang menyatu dalam Diraja Malaysia. Saya termasuk orang beruntung bisa mengunjungi kota tua nan elok ini pada Jumat hingga Sabtu, 9-10 Januari lalu.

Disebut Kota Seribu Museum memang bukan tanpa alasan. Di kawasan yang termasuk World Heritage City ini, museum --orang Melaka menyebutnya muzium, sangat banyak. Letaknya juga tak saling berjauhan. Bahkan di pusat keramaian Melaka, museum hanya berjarak sepelemparan batu antara satu dengan lainnya.

Sebut saja Christ Church. Sebuah gereja Katolik yang didirikan tahun 1753. Kini, selain sebagai gereja, bangunan yang terletak di Church Street ini juga berfungsi sebagai museum. Bentuk dan ornamen bangunannya sangat terawat. Kecuali atap dan bagian dalam, seluruh tembok bangunan berwarna merah.

Gereja lain yang cukup tua bernama Francis Xaviers Church. Ini gereja Katolik buatan 1849. Perancangnya bernama Reverend Farve. Dia pria asal Prancis. Francis Xaviers Church mempunyai dua menara berarsitektur gothic yang didedikasikan untuk St Francis Xavier berjuluk Apostle to the East, misionaris Katolik abad 16.

Selain itu, ada juga Bukit St Paul. Di puncak bukit ini terdapat gereja kuno dan patung orang suci St Paul. Gereja ini sudah sangat tua dan tidak dipergunakan lagi.
Hanya lima meter dari bangunan itu, juga berdiri sebuah bangunan tua. Bangunan ini bernama The Stadhuys buatan 1650. Dulunya sebagai tempat tinggal gubernur Belanda. The Stadhuys sudah berubah nama menjadi Muzium Ethnografi dan Muzium Sejarah Melaka. Bentuk bangunan menyerupai gereja tua meski lebih besar. Ada dua lantai. Dinding atas dan plafon mulai dimakan usia. Di depan museum, sejumlah karya seni dan suvenir dijual.

Tak jauh dari Christ Church, di seberang jalan, ada satu monumen kapal laut model dulu. Oleh masyarakat setempat diyakini, inilah replika dari orang Portugis pertama yang menjejakkan kaki di Melaka. Replika kapal yang mirip digunakan Johnny Deep dalam film Pirates of the Carribian itu juga difungsikan sebagai museum. Namanya Muzium Samudera, ada juga yang menyebutnya Muzium Kapal.

Ini baru beberapa museum yang ada di sekitar Christ Church. Termasuk Muzium Kecantikan. Di seantero Melaka sendiri sangat banyak museum. Hampir sebanyak bangunan tua yang ada di kota itu.

Sejarah Melaka tak lepas dari Majapahit. Konon, kesultanan ini dibangun oleh seorang bangsawan Majapahit yang memilih hengkang dari kerajaan asal Sumatera itu. Dia kemudian berlayar hingga akhirnya tiba di tempat itu tahun 1409. Bangsawan Majapahit ini dikenal punya banyak kerabat. Termasuk saudagar China. Sehingga saudagar-saudagar China pun bersedia singgah dan membuka bandar di Melaka. Mereka mendapat satu lokasi bernama Bukit China. Sampai saat ini, bukit ini masih bisa disaksikan warga awam.

Pemandu yang mendampingi kami, Ain, juga menjelaskan bahwa Melaka adalah pintu masuk Tionghoa warga Liem ke Indonesia. “Termasuk ke Makassar,” kata dia. Intinya, nenek moyang marga Liem di Asia Tenggara berasal dari sini.

Tak heran jika kota ini ramai dikunjungi Tionghoa. Mereka bukan hanya marga Liem atau Lim, namun juga marga-marga lainnya. Keluarga pengusaha Tionghoa asal Makassar, David Gozal, pun terkesima menikmati Melaka.

Kejayaan Melaka membuat bangsa Eropa tergiur. Maka berlomba-lombalah kaum Eropa berusaha datang sekaligus menguasai Melaka.

Kelompok Eropa awal yang sukses ke Melaka berasal dari Portugis. Sampai kini, masih ada peninggalan tertua di Melaka yang diyakini sebagai gerbang masuknya Portugis ke tanah ini. Namanya Pintu Gerbang Santiago atau Porto de Santiago. Pintu Gerbang Santiago merupakan salah satu dari empat pintu masuk ke Melaka. Pintu ini dibangun tentara Portugis pada tahun 1511. Mereka dipimpin Alfonso de Albuquerque.

Bangunan sisa Portugis lainnya yang masih bisa disaksikan adalah Memorial Pengisytiharan Kemerdekaan atau Proclamatic of Independence Memorial. Letaknya menghadap ke Pintu Gerbang Santiago. Gedung ini masih terawat dengan baik.
Di belakang Pintu Gerbang Santiago terdapat Istana Kesultanan Melaka. Istana ini pun sudah dijadikan cagar budaya. Dahulu istana ini terdapat di dalam benteng, tetapi dinding benteng dihancurkan tentara Inggris pimpinan William Farquhar pada tahun 1807. Sir Stamford Raffles dan Lord Minto berusaha mencegah penghancuran ini, namun yang berhasil diselamatkan hanya Pintu Gerbang Santiago.

Kesultanan Melaka juga dikenal sebagai Negeri Hang Tuah. Bersama para sahabatnya, mereka dikenal pelaut tangguh nan berani. Nama-nama mereka diabadikan sebagai nama jalan. Di Jalan Hang Jebat, salah seorang sahabat Hang Tuah, bahkan ada keunikan ragam agama yang patut dicontoh. Di situ ada kuil India Sri Poyyatha Moorthi, dan Masjid Kampong Keling.

Bangunan masjid ini menjadi bukti perpaduan akulturasi budaya Islam, China, dan Melayu kala itu. Berarsitektur Sumatera. Kubah bertingkat ibarat piramida. Ada pula menaranya yang berbentuk pagoda. Beberapa meter berikutnya ada Kuil China, Cheng Hoon Teng buatan tahun 1646. Seluruh material bangunan kuil didatangkan langsung dari China. Hingga saat ini, ketiga tempat ibadah ini tetap terawat apik dan masih digunakan bersembahyang. Jemaahnya hidup damai dan rukun.

Itulah sekelumit Melaka. Kota tua nan elok dan cantik. Sebuah kesultanan yang mampu menyeimbangkan identitas masa lalunya dengan perkembangan teknologi dunia. Kota tua yang anak mudanya tetap memadati menu internasional ala Pizza Hut atau Kentucky Fried Chicken. Dan di antara becak kuno berhias, mereka tak canggung “berpusing” menunggangi sepeda motor berkapasitas selinder di atas 750 cc. (*)

Selasa, 23 Desember 2008

terapi hidung, cobalah...

BREATHING THERAPY (HEADACHE & TIREDNESS) 呼吸治療法(頭痛及疲倦)TERAPI.


Our noses have left and right nostrils. Are these nostrils having the same function for inhaling (breathe in) and exhaling (breathe out)?

我們有左邊、右邊鼻孔,吸氣、吐氣時有沒有一樣?
Kita meiliki hidung berlubang disebelah kiri dan disebelah kanan, apakah fungsinya sama untuk menghirup dan membuang nafas?

Actually it's not the same and we can feel the difference. Accordingly, the right side represents the sun and the left side represents the moon.

其實不一樣,可以感覺不一樣;右邊等於是太陽的意思,左邊等於是月亮.
Sebenarnya fungsinya tidak sama dan dapat kita rasakan bedanya; sebelah kanan mewakili matahari (mengeluarkan panas) dan sebelah kiri mewakili bulan ( mengeluarkan dingin).

When having headache, try to close your right nostril and use your left nostril to do breathing for about 5 min. The headache will be gone.

平常頭痛時可以用手把右邊鼻孔關起來,只用左邊鼻孔吸氣、吐氣,約五分鐘,頭痛就好了。
Jika sakit kepala, cobalah menutup lubang hidung sebelah kanan dan bernafaslah melalui hidung sebelah kiri dan lakukan kira-kira 5 menit, sakit kepala akan sembuh.

If you feel too tired, do it the opposite way. Close your left nostril and breathe through your right nostril. After a while, you will feel refresh again.

如果疲倦、累了,相反的關起左邊的鼻孔,只用右邊吸氣、吐氣,不用多久,馬上精神好起了。 Jika Anda merasa lelah, lakukan bolak-balik. Tutup lubang hidung sebelah kiri dan bernafaslah melalui hidung sebelah kanan. Tak lama kemudian, Anda akan merasakan segar kembali.

Because the right side belongs to heat, so it gets hot easily. The left side gets cold easily.

因為右邊屬於火氣,比較會熱,左邊比較會涼。
Sebab lubang hidung sebelah kanan mengeluarkan panas, sehingga gampang sekali panas, Lubang hidung sebelah kiri mengeluarkan dingin..

Women breathe mainly with their left nostril, so they get calm down easily.

女生大部分吸氣、吐氣在左邊,所以心比較會涼快。
Perempuan bernafas lebih dengan hidung sebelah kiri, sehingga hatinya gampang sekali dingin.

Men breathe mostly with their right nostril, so they get angry easily.

男生大部分吸氣、吐氣在右邊,所以他們比較會生氣。
Laki-laki bernafas lebih dengan hidung sebelah kanan, sehingga gampang sekali marah.

When we wake up, do we notice which nostril breathes faster? Is it the left side or the right side?

我們起床時,可以注意哪邊吸氣、吐氣比較快?左邊或右邊?
Apakah Anda ada memperhatikan pada saat bangun, lubang hidung sebelah mana yang bernafas lebih cepat ? Sebelah kiri atau kanan ?

If the left nostril breathes faster, you will feel very tired. Close your left nostril and use your right nostril for breathing and you will get refresh quickly.

如果左邊比較快,覺得提不起精神,可以關起左邊鼻孔,用右邊呼吸,很快的精神會好起來。
Jika lubang hidung sebelah kiri bernafas lebih cepat, Anda akan merasa sangat lelah. Tutuplah lubang hidung sebelah kiri dan gunakan lubang hidung sebelah kanan untuk bernafas, Anda akan merasa segar kembali dengan cepat.

You can teach your kids about it. The effect of breathing therapy is much better for adults.

這也可以教給小孩,大人用更好。如果你有警覺心的話,速度更快。
Cara tersebut boleh diajarkan kepada anak-anak, tetapi efeknya akan lebih baik diterapkan kepada orang dewasa.

I used to have painful headache. When consulted a doctor, he told me jokingly," You will be all right if you get married!" The doctor did not bullshit me as he had his theory and supported with testimony.

以前我曾經頭痛,痛得非常厲害,去看醫生,醫生說 "你去結婚就好了!" 醫生說得沒錯,他有理論根據。
Saya biasanya merasakan sakit kepala, dan rasanya nyeri. Kemudian saya berobat ke dokter dan beliau mengatakan ,"Anda akan sembuh jika berumah tangga!" Dokter itu tidak bicara omong kosong. Apa yang dia sampaikan didukung dengan teori dan kesaksian.

During that time, I used to have headache every night and I was not able to study. I took medicine but I was not cured.

當時每天晚上都頭痛,沒有辦法看書,有吃藥,也不是辦法。
Pada saat itu, setiap malam saya merasakan sakit kepala dan tidak dapat belajar. Saya makan obat, tetapi tidak dapat sembuh..

One night as I sat down to medidate, I closed my right nostril and breathed with my left nostril. In less than a week, it seemed that my headache problem had left me! I continued doing it for about a month and since then there was no recurrence of headache in me.

有一天晚上靜坐,關起右鼻孔呼吸,這樣子做,不到一個禮拜,頭痛好了!持個月,從那天晚上到現在,一次也沒有頭痛過。
Pada suatu malam. saya duduk bersemedi dan menutup lubang hidung sebelah kanan dan bernafas dengan lubang hidung sebelah kiri. Dalam kurang dari satu minggu, sakit kepala saya sembuh. Saya teruskan melakukannya selama 1 bulan, sejak malam itu sampai sekarang , sakit kepala saya tidak kambuh lagi.

This is my own experience. I used to tell others who also suffer headache to try this method as it was effective for me. It also works for those who have tried as well. This is a natural therapy, unlike taking medicines for a long time may have side effect. So, why don't you try it out?

這是我自己親身經驗過,每一次我告訴別人,你們頭痛的話,試試看,因為我的身體有效種自然的處理,不像吃藥會有副作用,為什麼不用呢?
Ini adalah yang saya alami sendiri. Saya beritahukan kepada orang lain, jika sakit kepala, boleh mencoba cara tersebut, sebab sangat efektif buat saya. Banyak orang pun telah mencoba dan berhasil. Ini adalah terapi alami, tidak seperti memakan obat dalam jangka panjang akan ada efek sampingnya. Jadi kenapa Anda tidak mencobanya ?

Practice the correct ways of breathing (breathe in and breathe out) and your body will be in a very relaxing condition.

經常清楚的吸氣、吐氣,身體會覺非常輕鬆。
Selalulah mecoba terapi perrnafasan ini, tubuh Anda akan merasa sangat tenang sekali.


(From: Suska Dianingka
Subject: BREATHING THERAPY (HEADACHE & TIREDNESS) ?????(?????) TERAPI.
To: andriblues@yahoo. com
Date: Tuesday, December 23, 2008, 3:42 PM)

Jumat, 27 Juni 2008

Tujuh Pertimbangan dalam Jurnalisme Sastra

Oleh: Andreas Harsono

ISTILAH jurnalisme sastra adalah salah satu dari sekian banyak nama buat genre tertentu dalam jurnalisme. Wartawan Amerika Tom Wolfe pada 1974 memperkenalkannya dengan nama “jurnalisme baru.” Ada juga yang memakai nama “narrative reporting”. Ada juga yang pakai nama “passionate journalism.” Tapi ada yang secara sederhana mengatakannya “tulisan panjang.”

Tapi intinya, genre ini menukik lebih dalam daripada apa yang kita kenal sebagai “in-depth reporting.” Ia bukan saja melaporkan seseorang melakukan apa. Tapi ia masuk ke dalam psikologi yang bersangkutan dan menerangkan mengapa ia melakukan hal tersebut. Tulisannya biasanya panjang. Majalah The New Yorker bahkan pernah hanya menerbitkan laporan John Hersey berjudul “Hiroshima” dalam satu edisi majalah.

Wawancara untuk sebuah laporan bisa dilakukan dengan puluhan, bahkan ratusan, nara sumber. Risetnya juga tidak main-main. Waktu bekerjanya juga tidak seminggu atau dua. Tapi bisa berbulan-bulan. Di Indonesia, ada beberapa penulis yang punya kegemaran menulis panjang. Saya menikmati sekali buku Bondan Winarno, “Sebongkah Emas di Kaki Pelangi” atau artikel-artikel panjang George J. Aditjondro, misalnya, soal Arnold C. Ap, cendekiawan Papua yang mati ditembak tentara Indonesia pada April 1984. Atau kisah bertutur dengan ungkapan “saya” yang digunakan Goenawan Mohamad dalam laporan “Peristiwa `Manikebu’: Kesusastraan Indonesia dan Politik di tahun 1960-an.”

Memang reportase adalah bagian yang melekat dengan jurnalisme ini. Data-data diperoleh dari liputan di lapangan dengan tangguh. Menembus sumber dengan gigih. Pagi hingga malam. Riset yang makan keringat. Wawancara yang berjibun. Ia menukik tajam hingga mampu menterjemahkan, misalnya, sesosok kepribadian manusia dengan segala kerumitannya ke dalam kata-kata.

Bahasanya tidak harus mendayu-dayu. Bahasa bisa lugas. Dari segi struktur karangan, genre ini bentuknya model gelombang sinus. Naik turun. Liar. Tapi ia juga cantik dan memikat. Rasanya pembaca tidak bisa melepaskan karangan itu sebelum tuntas membaca.
Saya sering ditanya apakah karya Seno Gumira Ajidarma “Saksi Mata” masuk dalam kategori jurnalisme? Saya akui karya itu sangat memukau.

Tapi karya itu adalah fiksi. Seno tidak menyampaikan fakta yang nyata. Nama-nama diganti. Tempat juga tidak disebutkan jelas. “Saksi Mata” adalah karya fiksi yang memakai data-data pembantaian Dili pada November 1991 sebagai ide cerita.
Ketika mendalami jurnalisme sastra di Amerika, saya selalu diberitahu adanya tujuh pertimbangan bagi seorang wartawan bila hendak membuat laporan dalam genre ini.
Fakta. Jurnalisme selalu mensakralkan fakta. Walaupun genre ini memakai kata “sastra” tapi ia tetap jurnalisme Setiap detail seyogyanya berupa kenyataan. Nama-nama orang adalah nama-nama sebenarnya. Tempat juga memang nyata. Kejadian benar-benar kejadian.

Apabila ada dua orang bertemu dan mengadakan pembicaraan. Seorang wartawan seyogyanya mengecek kepada keduanya apakah benar si A mengatakan ini dan si B mengatakan itu.

Orang mungkin bisa lupa. Orang mungkin bisa berubah persepsi bersamaan dengan perjalanan waktu. Tapi minimal, esensi dari pembicaraan itu harus disetujui A dan B bila hendak dilaporkan dalam jurnalisme.

Kalau berbeda? Ada dua pilihan. Tidak dipakai sama sekali. Atau kalau pembicaraan itu penting, dilaporkan saja dari dua sudut yang berbeda. Si A bilang ini tapi si B bilang lain lagi.

Tapi perbedaan bisa tidak terletak pada esensi. Biasanya ia terletak pada detail. Warna jas, warna dinding, bau minyak wangi, permukaan papan yang kasar atau jenis sepatu bisa diingat secara berbeda oleh orang yang berbeda. Tidak ada salahnya untuk pergi ke situs di mana suatu kejadian terlaksana, untuk mencatat detail di lapangan.
Konflik. Sebuah tulisan panjang lebih mudah dipertahankan daya pikatnya bila ada konflik. Bila Anda berminat membuat laporan panjang, Anda seyogyanya berpikir berapa besar pertikaian yang ada?

Mohamad bercerita soal konflik antara para penandatangan Manifes Kebudayaan dengan para pendukung Lekra. Pertikaian ini termasuk besar. Ada polemik di surat kabar. Menteri ini bicara, tokoh partai itu membantah. Akhirnya, Mohamad dan para penandatangan Manikebu dikalahkan dan dilarang menulis.

Tapi konflik bisa berupa pertikaian satu orang dengan orang lain. Ia juga bisa berupa pertikaian antar kelompok. Misalnya, upaya Arnold Ap mengembangkan kesenian Papua berbuntut ketegangan dengan pejabat militer dari Jawa yang dikirim ke Jayapura. Ap ditahan dan ditembak mati.

Konflik juga bisa berupa pertentangan seseorang dengan hati nuraninya. Konflik juga bisa berupa pertentangan seseorang dengan nilai-nilai di masyarakatnya. Pendek kata, pertikaian adalah unsur penting dalam suatu laporan panjang.

Karakter. Jurnalisme sastra mensyaratkan adanya karakter-karakter. Karakter membantu terikatnya suatu laporan. Ada karakter utama. Ada karakter pembantu. Karakter utama seyogyanya orang yang terlibat dalam pertikaian. Karakter utama seyogyanya juga kepribadian yang menarik. Tidak datar dan tidak menyerah dengan mudah (Orang yang mudah menyerah biasanya juga tidak mau dituliskan riwayatnya).

Winarno bicara soal beberapa karakter dalam buku “Sebongkah Emas di Kaki Pelangi.” Ada karakter geologis Michael de Guzman. Ada juga rekan-rekannya dari perusahaan Bre-X. Namun ada juga orang penting Indonesia macam Bob Hasan dan Siti Hardiyanti Rukmana.

Winarno menganggap De Guzman, “meracuni” sample hasil pemboran sumur emas dan melakukan kejahatan untuk memperkaya diri sendiri. Winarno memperkirakan bahwa de Guzman masih hidup, tidak mati bunuh diri seperti diberitakan. Winarno melaporkan bahwa mayat yang diklaim sebagai mayat de Guzman tidak memiliki gigi palsu di rahang atasnya seperti dalam rekaman gigi de Guzman.

Mohamad menggunakan dirinya sendiri, lewat penggunaan kata “saya,” sebagai karakter untuk mengikat eseinya. Aditjondro tidak menggunakan kata saya sebanyak Mohamad. Tapi kata itu muncul beberapa kali sesuai gaya Aditjondro.

Akses. Anda seyogyanya punya akses kepada karakter utama atau orang-orang yang mengenal karakter utama. Akses bisa berupa dokumen, korespondensi, album foto, buku harian, wawancara dan sebagainya. Winarno tentu tidak memiliki akses terhadap De Guzman. Orang Filipino itu dinyatakan mati atau menyembunyikan diri. Winarno menengok makamnya, mencari dokumen dan mewawancarai orang yang mengenal De Guzman.

Namun Aditjondro berhubungan dengan almarhum Arnold Ap. Aditjondro mengenal Ap dengan dekat. Mohamad juga kenal dengan orang-orang yang menandatangani Manikebu maupun mereka yang melawannya. Saya sering mengibaratkan akses kepada karakter utama ini dengan akses yang dimiliki oleh seorang penulis biografi. Aksesnya luar biasa. Bisa masuk ke masalah-masalah pribadi karakter utama. Soal percintaan, soal skandal, soal kejahatan dan sebagainya.

Emosi. Jurnalisme sastra membutuhkan emosi dari karakter-karakternya. Emosi bisa berupa cinta. Bisa berupa pengkhianatan. Bisa berupa kebencian. Loyalitas. Kekaguman. Sikap menjilat. Oportunisme dan sebagainya. Emosi menjadikan cerita kita seakan-akan hidup.

Emosi karakter juga bisa berubah-ubah bersama perjalanan waktu. Mulanya si karakter menghormati mentornya. Suatu kejadian besar menguji apakah ia perlu tetap menghormati mentornya atau tidak. Di sini mungkin ada pergulatan batin. Mungkin ada perdebatan intelektual. Ini seyogyanya memberikan ruang buat emosi. Apa emosi si karakter ketika tahu ia memenangkan pertarungannya? Apa perasaan si karakter ketika tahu ia dikhianati istri atau suaminya?

Perjalanan Waktu. Mungkin perbedaan antara jurnalisme sehari-hari dengan jurnalisme sastra adalah keterkaitannya dengan waktu. Saya mengibaratkan laporan suratkabar “hari ini” dengan sebuah potret. Snap shot. Sedangkan laporan panjang adalah sebuah film yang berputar. Video.

Robert Vare, mantan editor The New Yorker, menyebutnya “series of time.” Peristiwa berjalan bersama waktu. Ini memiliki konsekuensi penyusunan kerangka karangan. Mau bersifat kronologis, dari awal hingga akhir. Atau mau membuat flashback. Dari akhir mundur ke belakang? Atau kalau mau bolak-balik apa benang merahnya supaya pembaca tidak bingung?

Panjangnya waktu tergantung kebutuhan. Sebuah laporan tentang kehamilan bisa dibuat dalam kerangka waktu sembilan bulan. Tapi bisa juga dibuat dalam kerangka waktu dua tahun, tiga tahun dan sebagainya. Tapi bisa juga sekian menit ketika si ibu bergulat hidup dan mati di ruang operasi.

Kebaruan. Ada unsur kebaruan yang harus Anda pertimbangkan bila hendak membuat laporan panjang. Tidak ada gunanya mengulang-ulang lagu lama. Kalau Anda hendak menulis cerita panjang soal pembunuhan G30S atau kerusuhan Mei 1998, sebaiknya berpikirlah dua atau tiga kali sebelum menjalankan ide ini.

Cukup banyak fakta yang sudah diungkap oleh orang lain soal G30S atau kerusuhan Mei 1998. Ini tidak berarti tidak ada yang masih tersembunyi. Saya percaya masih banyak hal yang belum terungkap dari dua peristiwa besar itu. Tapi bersiaplah untuk mencari fakta-fakta baru. Bersiaplah untuk menembus sumber-sumber yang paling sulit yang belum ditembus orang lain.

Mungkin lebih mudah mengungkapkan kebaruan itu dari kacamata orang-orang biasa yang menjadi saksi mata peristiwa besar. Hersey mewawancarai seorang dokter, seorang pendeta, seorang sekretaris dan seorang pastor Jerman, untuk merekonstruksi pemboman Hiroshima.

Secara detail, Hersey menceritakan dahsyatnya bom itu. Ada kulit terkelupas, ada desas-desus soal bom rahasia, ada kematian yang menyeramkan, ada perasaan dendam, ada perasaan rendah diri. Semua campur aduk ketika Hersey merekamnya dan menjadikannya salah satu artikel termahsyur dalam sejarah jurnalisme Amerika. Hersey mempublikasikan karyanya setahun setelah bom nuklir dijatuhkan di Hiroshima.

Konon fisikawan nuklir Albert Eistein tidak bisa mendapatkan edisi The New Yorker pada Agustus 1946 tersebut. Einstein membaca laporan itu karena ia berlangganan. Tapi Eistein ingin membeli enam buah lagi buat teman-temannya. Tapi majalah itu laku habis. Einstein kehabisan.

Apa artinya?
Sederhana saja. Einstein menemukan teori baru. Hersey juga menemukan sesuatu yang baru. Hersey menemukan sisi bengis dari bom nuklir! Itu saja. ***

Bahasa Jurnalistik Indonesia

Oleh: Goenawan Mohamad

BAHASAN jurnalistik sewajarnya didasarkan atas kesadaran terbatasnya ruangan dan waktu. Salah satu sifat dasar jurnalisme menghendaki kemampuan komunikasi cepat dalam ruangan serta waktu yang relatif terbatas. Meski pers nasional yang menggunakan bahasa Indonesia sudah cukup lama usianya, sejak sebelum tahun 1928 (tahun Sumpah Pemuda), tapi masih terasa perlu sekarang kita menuju suatu bahasa
jurnalistik Indonesia yang lebih efisien. Dengan efisien saya maksudkan lebih hemat dan lebih jelas.

Asas hemat dan jelas ini penting buat setiap reporter, dan lebih penting lagi buat editor. Di bawah ini diutarakan beberapa fasal, yang diharapkan bisa diterima para (calon) wartawan dalam usaha kita ke arah efisien penulisan. Penghematan diarahkan ke penghematan ruangan dan waktu. Ini bisa dilakukan di dua lapisan: (1) unsur kata, dan (2) unsur kalimat.

Penghematan Unsur Kata

1. Beberapa kata Indonesia sebenarnya bisa dihemat tanpa mengorbankan tatabahasa dan jelasnya arti.

Misalnya:
agar supaya - agar, supaya
akan tetapi - tapi
apabila - bila
sehingga - hingga
meskipun - meski
walaupun - walau
tidak - tak (kecuali diujung kalimat atau berdiri sendiri)

2. Kata daripada atau dari pada juga sering bisa disingkat jadi
dari.

Misalnya:
”Keadaan lebih baik dari pada zaman sebelum perang”, menjadi ”Keadaan lebih baik dari sebelum perang”. Tapi mungkin masih janggal mengatakan: ”Dari hidup berputih mata, lebih baik mati berputih tulang”.

3. Ejaan yang salah kaprah justru bisa diperbaiki dengan menghemat huruf.
sjah - sah
khawatir - kuatir
akhli - ahli
tammat - tamat
progressive - progresif
effektif - efektif

4. Beberapa kata mempunyai sinonim yang lebih pendek.

Misalnya:
kemudian - lalu
makin - kian
terkejut - kaget
sangat - amat
demikian - begitu
sekarang - kini

Catatan: Dua kata yang bersamaan arti belum tentu bersamaan efek, sebab bahasa bukan hanya soal perasaan. Dalam soal memilih sinonim yang telah pendek memang perlu ada kelonggaran, dengan mempertimbangkan rasa bahasa.

Penghematan diarahkan ke penghematan ruangan dan waktu. Ini bisa dilakukan di dua lapisan: (1) unsur kata, dan (2) unsur kalimat.

Penghematan Unsur Kalimat (1)
Lebih efektif dari penghematan kata ialah penghematan melalui struktur kalimat. Banyak contoh pembikinan kalimat dengan pemborosan kata.

1. Pemakaian kata yang sebenarnya tak perlu, di awal kalimat:
Misalnya:
• ”Adalah merupakan kenyataan, bahwa percaturan politik internasional berubah-ubah setiap zaman”. (Bisa disingkat: ”Merupakan kenyataan, bahwa …..”).
• ”Apa yang dinyatakan Wijoyo Nitisastro sudah jelas”. (Bisa disingkat: ”Yang dinyatakan Wijoyo Nitisastro……”).

2. Pemakaian apakah atau apa (mungkin pengaruh bahasa daerah) yang sebenarnya bisa ditiadakan:
Misalnya:
• ”Apakah Indonesia akan terus tergantung pada bantuan luar negeri”? (Bisa disingkat: ”Akan terus tergantungkah Indonesia…..”).
• Baik kita lihat, apa(kah) dia di rumah atau tidak”. (Bisa disingkat: ”Baik kita lihat, dia di rumah atau tidak”).

3. Pemakaian dari sebagai terjemahan of (Inggris) dalam hubungan milik yang sebenarnya bisa ditiadakan; juga daripada. Misalnya:
• ”Dalam hal ini pengertian dari Pemerintah diperlukan”.
(Bisa disingkat: ”Dalam hal ini pengertian Pemerintah diperlukan”.
• ”Sintaksis adalah bagian daripada tatabahasa”.
(Bisa disingkat: ”Sintaksis adalah bagian tatabahasa”).

4. Pemakaian untuk sebagai terjemahan to (Inggris) yang sebenarnya bisa ditiadakan:
Misalnya:
• ”Uni Soviet cenderung untuk mengakui hak-hak India”.
(Bisa disingkat: ”Uni Soviet cenderung mengakui……”).
• ”Pendirian semacam itu mudah untuk dipahami”.
(Bisa disingkat: ”Pendirian semacam itu mudah dipahami”).
• ”GINSI dan Pemerintah bersetuju untuk memperbaruhi prosedur barang-barang modal”.
(Bisa disingkat: ”GINSI dan Pemerintah bersetuju memperbaruhi…….”).
Catatan:
Dalam kalimat: ”Mereka setuju untuk tidak setuju”, kata untuk demi kejelasan dipertahankan.

5. Pemakaian adalah sebagai terjemahan is atau are (Inggris) tak selamanya perlu:
Misalnya:
• ”Kera adalah binatang pemamah biak”.
(Bisa disingkat ”Kera binatang pemamah biak”).
Catatan:

Dalam struktur kalimat lama, adalah ditiadakan, tapi kata itu ditambahkan, misalnya dalam kalimat: ”Pikir itu pelita hati”. Kita bisa memakainya, meski lebih baik dihindari. Misalnya kalau kita harus menterjemahkan ”Man is a better driver than woman”, bisa mengacaukan bila disalin: ”Pria itu pengemudi yang lebih baik dari wanita”.

6. Pembubuhan akan, telah, sedang sebagai penunjuk waktu sebenarnya bisa dihapuskan, kalau ada keterangan waktu.
Misalnya:
• ”Presiden besok akan meninjau pabrik ban Goodyear”. (Bisa disingkat: ”Presiden besok meninjau pabrik….”).
• ”Tadi telah dikatakan ……..” (Bisa disingkat: ”Tadi dikatakan.”).
• ”Kini Clay sedang sibuk mempersiapkan diri”. (Bisa disingkat: ”Kini Clay mempersiapkan diri”).
Penghematan diarahkan ke penghematan ruangan dan waktu. Ini bisa
dilakukan di dua lapisan: (1) unsur kata, dan (2) unsur kalimat. Penghematan Unsur Kalimat (2)

7. Pembubuhan bahwa sering bisa ditiadakan:
Misalnya:
• ”Gubernur Ali Sadikin membantah desas-desus yang mengatakan bahwa ia akan diganti”.
• ”Tidak diragukan lagi bahwa ialah orangnya yang tepat”.
(Bisa disingkat: ”Tak diragukan lagi, ialah orangnya yang tepat”.).
Catatan: Sebagai ganti bahwa ditaruhkan koma, atau pembuka (:), bila perlu.

8. Yang, sebagai penghubung kata benda dengan kata sifat, kadang-kadang juga bisa ditiadakan dalam konteks kalimat tertentu.
Misalnya:
• ”Indonesia harus menjadi tetangga yang baik dari Australia”.
• (Bisa disingkat: ”Indonesia harus menjadi tetangga baik Australia”).
• ”Kami adalah pewaris yang sah dari kebudayaan dunia”.

9. Pembentukan kata benda (ke + ….. + an atau pe + …. + an) yang berasal dari kata kerja atau kata sifat, kadang, kadang, meski tak selamanya, menambah beban kalimat dengan kata yang sebenarnya tak perlu.
Misalnya:
• ”Tanggul kali Citanduy kemarin mengalami kebobolan”. (Bisa dirumuskan: ”Tanggul kali Citanduy kemarin bobol”).
• ”PN Sandang menderita kerugian Rp 3 juta”. (Bisa dirumuskan: ”PN Sandang rugi Rp 3 juta”).
• ”Ia telah tiga kali melakukan penipuan terhadap saya” (Bisa disingkat: ”Ia telah tiga kali menipu saya”).
• Ditandaskannya sekali lagi bahwa DPP kini sedang memikirkan langkah-langkah untuk mengadakan peremajaan dalam tubuh partai”. (Bisa dirumuskan: ”Ditandaskannya sekali lagi, DPP sedang memikirkan langkah-langkah meremajakan tubuh partai”).

10. Penggunaan kata sebagai dalam konteks ”dikutip sebagai mengatakan” yang belakangan ini sering muncul (terjemahan dan pengaruh bahasa jurnalistik Inggris & Amerika), masih meragukan nilainya buat bahasa jurnalistik Indonesia. Memang, dalam kalimat yang memakai rangkaian kata-kata itu (bahasa Inggrisnya ”quoted as
saying”) tersimpul sikap berhati-hati memelihat kepastian berita.
Kalimat ”Dirjen Pariwisata dikutip sebagai mengatakan……” tak menunjukkan Dirjen Pariwisata secara pasti mengatakan hal yang dimaksud; di situ si reporter memberi kesan ia mengutipnya bukan dari tangan pertama, sang Dirjen Pariwisata sendiri. Tapi perlu diperhitungkan mungkin kata sebagai bisa dihilangkan saja, hingga kalimatnya cukup berbunyi: ”Dirjen Pariwisata dikutip mengatakan…..”.
Bukankah masih terasa kesan bahwa si reporter tak mengutipnya dari
tangan pertama? Lagipula, seperti sering terjadi dalam setiap mode baru, pemakaian
sebagai biasa menimbulkan ekses. Misalnya: Ali Sadikin menjelaskan tetang pelaksanaan membangun proyek miniatur Indonesia itu sebagai berkata: ”Itu akan dilakukan dalam tiga tahap”. Kata sebagai dalam berita itu samasekali tak tepat, selain boros.

11. Penggunaan dimana, kalau tak hati-hati, juga bisa tak tepat dan boros. Dimana sebagai kataganti penanya yang berfungsi sebagai kataganti relatif muncul dalam bahasa Indonesia akibat pengaruh bahasa Barat.

1) Dr. C. A. Mees, dalam “Tatabahasa Indonesia” (G. Kolff & Co., Bandung, 1953 hal. 290-294) menolak pemakaian dimana. Ia juga menolak pemakaian pada siapa, dengan siapa, untuk diganti dengan susunan kalimat Indonesia yang ”tidak meniru jalan bahasa
Belanda”, dengan mempergunakan kata tempat, kawan atau teman.
Misalnya: ”orang tempat dia berutang” (bukan: pada siapa ia berutang); ”orang kawannya berjanji tadi” (bukan: orang dengan siapa ia berjanji tadi). Bagaimana kemungkinannya untuk bahasa jurnalistik?

2) Misalnya: ”Rumah dimana saya diam”, yang berasal dari ”The house where I live in”, dalam bahasa Indonesia semula sebenarnya cukup berbunyi: ”Rumah yang saya diami”. Misal lain: ”Negeri dimana ia dibesarkan”, dalam bahasa Indonesia semula berbunyi: ”Negeri tempat ia dibesarkan”.

Dari kedua misal itu terasa bahasa Indonesia semula lebih luwes, kurang kaku. Meski begitu tak berarti kita harus mencampakkan kata dimana sama sekali dari pembentukan kalimat bahasa Indonesia.

1) hanya sekali lagi perlu ditegaskan: penggunaan dimana, kalau tak hati-hati, bisa tak tepat dan boros. Saya ambilkan 3 contoh ekses penggunaan dimana dari 3 koran:
Kompas, 4 Desember 1971:
”Penyakit itu dianggap berasal (dan disebarkan) oleh serdadu-serdadu Amerika (GI) dimana konsentrasi besar mereka ada di Vietnam”.
Sinar Harapan, 24 November 1971:
”Pihak Kejaksaan Tinggi Sulut di Menado dewasa ini sedang menggarap
9 buah perkara tindak pidana korupsi, dimana ke-9 buah perkara tsb. sebagian sudah dalam tahap penuntutan, selainnya masih dalam pengusutan.”
Abadi, 6 Desember 1971:
”Selanjutnya dinyatakan bahwa keadaan ekonomi dan moneter dunia dewasa ini masih belum menentu, dimana secara tidak langsung telah dapat mempengaruhi usaha-usaha pemerintah di dalam menjaga kestabilan, baik untuk perluasan produksi ekonomi dan peningkatan ekspor”.
Dalam ketiga contoh kecerobohan pemakaian dimana itu tampak: kata tersebut tak menerangkan tempat, melainkan hanya berfungsi sebagai penyambung satu kalimat dengan kalimat lain. Sebetulnya masing-masing bisa dirumuskan dengan lebih hemat:
• ”Penyakit itu dianggap berasal (dan disebarkan) serdadu-serdadu Amerika (GI), yang konsentrasi besarnya ada di Vietnam”.
• ”Pihak Kejaksaan Tinggi Sulut di Menado dewasa ini menggarap 9 perkara tindak pidana korupsi. Ke-9 perkata tsb. sebagian sudah dalam tahap penuntutan, selainnya (sisanya) masih dalam pengusutan”.

Perhatikan:
1. Kalimat itu dijadikan dua, selain bisa menghilangkan dimana, juga menghasilkan kalimat-kalimat pendek.
2. ”dewasa ini sedang” cukup jelas dengan ”dewasa ini”.
3. kata ”9 buah” bisa dihilangkan ”buah”-nya sebab kecuali dalam konteks tertentu, kata penunjuk-jenis (dua butir telor, 5 ekor kambing, 7 sisir pisang) kadang-kadang bisa ditiadakan dalam bahasa Indonesia mutahir.
• ”Selanjuntya dinyatakan bahwa keadaan ekonomi dan moneter dewasa ini masih belum menentu. Hal ini (atau lebih singkat: Ini) secara tidak langsung telah dapat …. dst”.
Perhatikan: Kalimat dijadikan dua. Kalimat kedua ditambahi Hal ini atau cukup Ini diawalnya.

12. Dalam beberapa kasus, kata yang berfungsi menyambung satu kalimat dengan kalimat lain sesudahnya juga bisa ditiadakan, asal hubungan antara kedua kalimat itu secara implisit cukup jelas (logis) untuk menjamin kontinyuitas.
Misalnya:
• ”Bukan kebetulan jika Gubernur menganggap proyek itu bermanfaat bagi daerahnya. Sebab 5 tahun mendatang, proyek itu bisa menampung 2500 tenaga kerja setengah terdidik”. (Kata sebab diawal kalimat kedua bisa ditiadakan: hubungan kausal antara kedua kalimat secara implisit sudah jelas).
• ”Pelatih PSSI Witarsa mengakui kekurangan-kekurangan di idang logistik anak-anak asuhnya. Kemudian ia juga menguraikan perlunya perbaikan gizi pemain” (Kata kemudian diawal kalimat kedua bisa ditiadakan; hubungan kronologis antara kedua kalimat secara
implisit cukup jelas).

Tak perlu diuraikan lebih lanjut, bahwa dalam hal hubungan kausal dan kronologi saja kata yang berfungsi menyambung dua kalimat yang berurutan bisa ditiadakan. Kata tapi, walau atau meski yang mengesankan ada yang yang mengesankan adanya perlawanan tak bisa ditiadakan.

Kejelasan

Setelah dikemukakan 16 pasal yang merupakan pedoman dasar penghematan dalam menulis, di bawah ini pedoman dasar kejelasan dalam menulis. Menulis secara jelas membutuhkan dua prasyarat:

1. Si penulis harus memahami betul soal yang mau ditulisnya, bukan juga pura-pura paham atau belum yakin benar akan pengetahuannya sendiri.
2. Si penulis harus punya kesadaran tentang pembaca. Memahami betul soal-soal yang mau ditulisnya berarti juga bisa menguasai bahan penulisan dalam suatu sistematik. Ada orang yang sebetulnya kurang bahan (baik hasil pengamatan, wawancara, hasil bacaan, buah pemikiran) hingga tulisannya cuma mengambang. Ada orang yang terlalu banyak bahan, hingga tak bisa membatasi dirinya: menulis terlalu panjang.
Terutama dalam penulisan jurnalistik, tulisan kedua macam orang itu tak bisa dipakai. Sebab penulisan jurnalistik harus disertai informasi faktuil atau detail pengalaman dalam mengamati, berwawancara dan membaca sumber yang akurat. Juga harus dituangkan dalam waktu dan ruangan yang tersedia.

Lebih penting lagi ialah kesadaran tentang pembaca. Sebelum kita menulis, kita harus punya bayangan (sedikit-sedikitnya perkiraan) tentang pembaca kita: sampai berapa tinggi tingkat informasinya? Bisakah tulisan saya ini mereka pahami? Satu hal yang penting sekali diingat: tulisan kita tak hanya akan dibaca seorang atau sekelompok
pembaca tertentu saja, melainkan oleh suatu publik yang cukup bervariasi dalam tingkat informasi.

Pembaca harian atau majalah kita sebagian besar mungkin mahasiswa, tapi belum tentu semua tau sebagian besar mereka tahu apa dan siapanya W. S. Renda atau B. M. Diah. Menghadapi soal ini, pegangan penting buat penulis jurnalistik yang jelas ialah: buatlah tulisan yang tidak membingungkan orang yang yang belum tahu, tapi tak membosankan orang yang sudah tahu. Ini bisa dicapai dengan praktek yang sungguh-sungguh dan terus-menerus.

Sebuah tulisan yang jelas juga harus memperhitungkan syarat-syarat teknis komposisi:
• tanda baca yang tertib.
• ejaan yang tidak terlampau menyimpang dari yang lazim dipergunakan atau ejaan standard.
• pembagian tulisan secara sistematik dalam alinea-alinea.

Cukup kiranya ditekankan perlunya disiplin berpikir dan menuangkan pikiran dalam menulis, hingga sistematika tidak kalang-kabut, kalimat-kalimat tidak melayang kesana-kemari, bumbu-bumbu cerita tidak berhamburan menyimpang dari hal-hal yang perlu dan relevan.

Menuju kejelasan bahasa, ada dua lapisan yang perlu mendapatkan perhatian:
1. Unsur kata
2. Unsur kalimat

Kejelasan Unsur Kata
1. Berhemat dengan kata-kata asing. Dewasa ini begitu derasnya arus istilah-istilah asing dalam pers kita. Misalnya: income per capita, Meet the Press, steam-bath, midnight show, project officer, two China policy, floating mass, program-oriented, floor-price, City Hall, upgrading, the best photo of the year, reshuffle, approach, single, seeded dan apa lagi.

Kata-kata itu sebenarnya bisa diterjemahkan, tapi dibiarkan begitu saja. Sementara diketahui bahwa tingkat pelajaran bahasa Inggris sedang merosot, bisa diperhitungkan
sebentar lagi pembaca koran Indonesia akan terasing dari informasi, mengingat timbulnya jarak bahasa yang kian melebar. Apalagi jika diingat rakyat kebanyakan memahami bahasa Inggris sepatah pun tidak.

Sebelum terlambat, ikhtiar menterjemahkan kata-kata asing yang relatif mudah diterjemahkan harus segera dimulai. Tapi sementara itu diakui: perkembangan bahasa tak berdiri sendiri, melainkan ditopang perkembangan sektor kebudayaan lain. Maka sulitlah kita mencari terjemahan lunar module feasibility study, after-shave lotion, drive-in, pant-suit, technical know-how, backhand drive, smash, slow motion, enterpeneur, boom, longplay, crash program, buffet dinner, double-breast, dll., karena pengertian-pengertian itu tak berasal dari perbendaharaan kultural kita. Walau begitu, ikhtiar mencari salinan Indonesia yang tepat dan enak (misalnya bell-bottom dengan ”cutbrai”) tetap perlu.

2. Menghindari sejauh mungkin akronim. Setiap bahasa mempunyai akronim, tapi agaknya sejak 15 tahun terakhir, pers berbahasa Indonesia bertambah-tambah gemar mempergunakan akronim, hingga sampai hal-hal yang kurang perlu. Akronim mempunyai manfaat: menyingkat ucapan dan penulisan dengan cara yang mudah diingat.

Dalam bahasa Indonesia, yang kata-katanya jarang bersukukata tunggal dan yang rata-rata dituliskan dengan banyak huruf, kecenderungan membentuk akronim memang lumrah. ”Hankam”, ”Bappenas”, ”Daswati”, ”Humas” memang lebih ringkas dari ”Pertahanan & Keamanan” ”Badan Perencanaan Pembangunan Nasional”, ”Daerah Swantantra Tingkat” dan ”Hubungan Masyarakat”.

Tapi kiranya akan teramat membingungkan kalau kita seenaknya saja membikin akronim sendiri dan terlalu sering. Di samping itu, perlu diingat: ada yang membuat akronim untuk alasan praktis dalam dinas (misalnya yang dilakukan kalangan ketentaraan), ada yang membuat akronim untuk bergurau, mengejek dan mencoba lucu (misalnya di
kalangan remaja sehari-hari: ”ortu” untuk ”orangtua”; atau di pojok koran: ”keruk nasi” untuk ”kerukunan nasional”) tapi ada pula yang membuat akronim untuk menciptakan efek propaganda dalam permusuhan politik (misalnya ”Manikebu” untuk ”Manifes Kebudayaan”, ”Nekolim” untuk ”neo-kolonialisme”. ”Cinkom” untuk ”Cina Komunis”, ”ASU” untuk ”Ali Surachman”).

Bahasa jurnalistik, dari sikap objektif, seharusnya menghindarkan akronim jenis terakhir itu. Juga akronim bahasa pojok sebaiknya dihindarkan dari bahasa pemberitaan, misalnya ”Djagung” untuk ”Djaksa Agung”, ”Gepeng” untuk ”Gerakan Penghematan”, ‘’sas-sus” untuk ”desas-desus”.

Saya tak bermaksud memberikan batas yang tegas akronim mana saja yang bisa dipakai dalam bahasa pemberitaan atau tulisan dan mana yang tidak. Saya hanya ingin mengingatkan: akronim akhirnya bisa mengaburkan pengertian kata-kata yang diakronimkan, hingga baik yang mempergunakan ataupun yang membaca dan yang mendengarnya bisa terlupa akan isi semula suatu akronim. Misalnya akronim ”Gepeng”
jika terus-menerus dipakai bisa menyebabkan kita lupa makna ”gerakan” dan ”penghematan” yang terkandung dalam maksud semula, begitu pula akronim ”ASU”.
Kita makin lama makin alpa buat apa merenungkan kembali makna semula sebelum kata-kata itu diakronimkan. Sikap analitis dan kritis kita bisa hilang terhadap kata berbentuk akronim itu, dan itulah sebabnya akronim sering dihubungkan dengan bahasa pemerintahan totaliter dan sangat penting dalam bahasa Indonesia.

Kejelasan Unsur Kalimat

Tapi seperti halnya dalam asas penghematan, asas kejelasan juga lebih efektif jika dilakukan dalam struktur kalimat. Satu-satunya untuk itu ialah dihindarkannya kalimat-kalimat majemuk yang paling panjang anak kalimatnya; terlebih-lebih lagi, jika kalimat majemuk itu kemudian bercucu kalimat.

Pada dasarnya setiap kalimat yang amat panjang, lebih dari 15-20 kata, bisa mengaburkan hal yang lebih pokok, apalagi dalam bahasa jurnalistik. Itulah sebabnya penulisan lead (awal) berita sebaiknya dibatasi hingga 13 kata. Bila lebih panjang dari itu, pembaca bisa kehilangan jejak persoalan. Apalagi bila dalam satu kalimat terlalu banyak data yang dijejalkan.

Contoh:

”Harian Kami”, 4 Desember 1971:
”Sehubungan dengan berita ‘Harian Kami’ tanggal 25 November 1971
hari Kamis berjudul: ‘Tanah Kompleks IAIN Ciputat dijadikan Objek
Manipulasi’ (berdasarkan keterangan pers dari Hamdi Ajusa, Ketua
Dewan Mahasiswa IAIN Djakarta) maka pada tanggal 28 November jbl. di
Kampus IAIN tersebut telah diadakan pertemuan antara pihak Staf
JPMII (Jajasan Pembangunan Madrasah Islam & Ihsan - Perwakilan
Ciputat) dengan Hamdi Ajusa mewakili DM IAIN dengan maksud untuk
mengadakan ‘clearing’ terhadap berita itu.”

Kalimat itu terdiri dari 60 kata lebih. Sebagai pembaca, saya
memerlukan dua kali membacanya untuk memahami yang ingin dinyatakan
sang wartawan. Pada pembacaan pertama, saya kehilangan jejak perkara
yang disajikan di hadapan saya. Ini artinya suatu komunikasi cepat
tak tercapai. Lebih ruwet lagi soalnya jika bukan saja pembaca yang
kehilangan jejak dengan dipergunakannya kalimat-kalimat panjang,
tapi juga si penulis sendiri.

Pedoman, 4 Desember 1971:
”Selama tour tersebut sambutan masyarakat setempat di mana mereka
mengadakan pertunjukan mendapat sambutan hangat.”
Perhatikan: Penulis kehilangan subjek semula kalimatnya sendiri,
yakni sambutan masyarakat setempat. Akibatnya kalimat itu
berarti, ”yang mendapat sambutan hangat ialah sambutan masyarakat
setempat.”

Sinar Harapan, 22 November 1971:
”Di kampung-kampung kelihatan lebaran lebih bersemarak, ketupat
beserta sayur dan sedikit daging semur, opor ayam ikut berlebaran.
Dari rumah yang satu ke rumah yang lain, ketupat-ketupat tersebut
saling mengunjungi dan di langgar-langgar, surau-surau ramai pula
ketupat-ketupat, daging semur, opor ayam disantap bersama oleh
mereka.”

Perhatikan: Siapa yang dimaksud dengan kata ganti mereka dalam
kalimat itu? Si penulis nampaknya lupa bahwa ia sebelumnya tak
pernah menyebut ”orang-orang kampung”. Mengingat dekat sebelum itu
ada kalimat ketupat-ketupat tersebut saling mengunjungi dan kalimat
surau-surau ramai pula ketupat-ketupat, kalimat panjang itu bisa
berarti aneh dan lucu: ”daging semur, opor ayam disantap bersama
oleh ketupat-ketupat. (*)