Senin, 19 Januari 2009

Melaka, Tua Nan Elok

*Negeri Hang Tuah, Genting, dan Menara Kembar (1)


TANAH Hang Tuah menjadi saksi keelokan masa lalu dan masa modern.

BUYUNG MAKSUM, Melaka

KOTA Seribu Museum, Kota Tua, dan berbagai julukan lainnya ditujukan kepada kota yang satu ini. Namanya Melaka. Ada juga yang menyebutnya Malaka atau Malacca. Dia adalah salah satu dari 14 kesultanan yang menyatu dalam Diraja Malaysia. Saya termasuk orang beruntung bisa mengunjungi kota tua nan elok ini pada Jumat hingga Sabtu, 9-10 Januari lalu.

Disebut Kota Seribu Museum memang bukan tanpa alasan. Di kawasan yang termasuk World Heritage City ini, museum --orang Melaka menyebutnya muzium, sangat banyak. Letaknya juga tak saling berjauhan. Bahkan di pusat keramaian Melaka, museum hanya berjarak sepelemparan batu antara satu dengan lainnya.

Sebut saja Christ Church. Sebuah gereja Katolik yang didirikan tahun 1753. Kini, selain sebagai gereja, bangunan yang terletak di Church Street ini juga berfungsi sebagai museum. Bentuk dan ornamen bangunannya sangat terawat. Kecuali atap dan bagian dalam, seluruh tembok bangunan berwarna merah.

Gereja lain yang cukup tua bernama Francis Xaviers Church. Ini gereja Katolik buatan 1849. Perancangnya bernama Reverend Farve. Dia pria asal Prancis. Francis Xaviers Church mempunyai dua menara berarsitektur gothic yang didedikasikan untuk St Francis Xavier berjuluk Apostle to the East, misionaris Katolik abad 16.

Selain itu, ada juga Bukit St Paul. Di puncak bukit ini terdapat gereja kuno dan patung orang suci St Paul. Gereja ini sudah sangat tua dan tidak dipergunakan lagi.
Hanya lima meter dari bangunan itu, juga berdiri sebuah bangunan tua. Bangunan ini bernama The Stadhuys buatan 1650. Dulunya sebagai tempat tinggal gubernur Belanda. The Stadhuys sudah berubah nama menjadi Muzium Ethnografi dan Muzium Sejarah Melaka. Bentuk bangunan menyerupai gereja tua meski lebih besar. Ada dua lantai. Dinding atas dan plafon mulai dimakan usia. Di depan museum, sejumlah karya seni dan suvenir dijual.

Tak jauh dari Christ Church, di seberang jalan, ada satu monumen kapal laut model dulu. Oleh masyarakat setempat diyakini, inilah replika dari orang Portugis pertama yang menjejakkan kaki di Melaka. Replika kapal yang mirip digunakan Johnny Deep dalam film Pirates of the Carribian itu juga difungsikan sebagai museum. Namanya Muzium Samudera, ada juga yang menyebutnya Muzium Kapal.

Ini baru beberapa museum yang ada di sekitar Christ Church. Termasuk Muzium Kecantikan. Di seantero Melaka sendiri sangat banyak museum. Hampir sebanyak bangunan tua yang ada di kota itu.

Sejarah Melaka tak lepas dari Majapahit. Konon, kesultanan ini dibangun oleh seorang bangsawan Majapahit yang memilih hengkang dari kerajaan asal Sumatera itu. Dia kemudian berlayar hingga akhirnya tiba di tempat itu tahun 1409. Bangsawan Majapahit ini dikenal punya banyak kerabat. Termasuk saudagar China. Sehingga saudagar-saudagar China pun bersedia singgah dan membuka bandar di Melaka. Mereka mendapat satu lokasi bernama Bukit China. Sampai saat ini, bukit ini masih bisa disaksikan warga awam.

Pemandu yang mendampingi kami, Ain, juga menjelaskan bahwa Melaka adalah pintu masuk Tionghoa warga Liem ke Indonesia. “Termasuk ke Makassar,” kata dia. Intinya, nenek moyang marga Liem di Asia Tenggara berasal dari sini.

Tak heran jika kota ini ramai dikunjungi Tionghoa. Mereka bukan hanya marga Liem atau Lim, namun juga marga-marga lainnya. Keluarga pengusaha Tionghoa asal Makassar, David Gozal, pun terkesima menikmati Melaka.

Kejayaan Melaka membuat bangsa Eropa tergiur. Maka berlomba-lombalah kaum Eropa berusaha datang sekaligus menguasai Melaka.

Kelompok Eropa awal yang sukses ke Melaka berasal dari Portugis. Sampai kini, masih ada peninggalan tertua di Melaka yang diyakini sebagai gerbang masuknya Portugis ke tanah ini. Namanya Pintu Gerbang Santiago atau Porto de Santiago. Pintu Gerbang Santiago merupakan salah satu dari empat pintu masuk ke Melaka. Pintu ini dibangun tentara Portugis pada tahun 1511. Mereka dipimpin Alfonso de Albuquerque.

Bangunan sisa Portugis lainnya yang masih bisa disaksikan adalah Memorial Pengisytiharan Kemerdekaan atau Proclamatic of Independence Memorial. Letaknya menghadap ke Pintu Gerbang Santiago. Gedung ini masih terawat dengan baik.
Di belakang Pintu Gerbang Santiago terdapat Istana Kesultanan Melaka. Istana ini pun sudah dijadikan cagar budaya. Dahulu istana ini terdapat di dalam benteng, tetapi dinding benteng dihancurkan tentara Inggris pimpinan William Farquhar pada tahun 1807. Sir Stamford Raffles dan Lord Minto berusaha mencegah penghancuran ini, namun yang berhasil diselamatkan hanya Pintu Gerbang Santiago.

Kesultanan Melaka juga dikenal sebagai Negeri Hang Tuah. Bersama para sahabatnya, mereka dikenal pelaut tangguh nan berani. Nama-nama mereka diabadikan sebagai nama jalan. Di Jalan Hang Jebat, salah seorang sahabat Hang Tuah, bahkan ada keunikan ragam agama yang patut dicontoh. Di situ ada kuil India Sri Poyyatha Moorthi, dan Masjid Kampong Keling.

Bangunan masjid ini menjadi bukti perpaduan akulturasi budaya Islam, China, dan Melayu kala itu. Berarsitektur Sumatera. Kubah bertingkat ibarat piramida. Ada pula menaranya yang berbentuk pagoda. Beberapa meter berikutnya ada Kuil China, Cheng Hoon Teng buatan tahun 1646. Seluruh material bangunan kuil didatangkan langsung dari China. Hingga saat ini, ketiga tempat ibadah ini tetap terawat apik dan masih digunakan bersembahyang. Jemaahnya hidup damai dan rukun.

Itulah sekelumit Melaka. Kota tua nan elok dan cantik. Sebuah kesultanan yang mampu menyeimbangkan identitas masa lalunya dengan perkembangan teknologi dunia. Kota tua yang anak mudanya tetap memadati menu internasional ala Pizza Hut atau Kentucky Fried Chicken. Dan di antara becak kuno berhias, mereka tak canggung “berpusing” menunggangi sepeda motor berkapasitas selinder di atas 750 cc. (*)

Tidak ada komentar: