Senin, 19 Januari 2009

Menatap Kemegahan Kualalumpur dari Skybridge

*Negeri Hang Tuah, Genting, dan Menara Kembar (3-Selesai)


DI ketinggian 170 meter dari permukaan tanah, di sebuah jembatan, ada perasaan aneh menatap Kualalumpur. Serasa mimpi tapi nyata. Itulah Skybridge.

BUYUNG MAKSUM, Kualalumpur
buyung@fajar.co.id

JANGAN datang ke Kualalumpur, Malaysia, jika tak bertandang ke Twin Towers alias Menara Kembar. Inilah gedung kembar tertinggi di dunia. Kedua menara dihubungkan sebuah jembatan bertingkat dua di lantai 41 dan 42. Jembatan itu bernama Skybridge. Jembatan ini sangat elastis sehingga tidak kaku saat angin bertiup kencang.

Sungguh berbahagia mendapat fasilitas khusus berkunjung ke Twin Towers dan melintas di Skybridge, apalagi jembatan tingkat dua. Maklum, jembatan di lantai ini hanya dikhususkan bagi tamu-tamu eksklusif Petronas. Jembatan tingkat satu diperuntukkan bagi warga umum. Rombongan kami dari Makassar; Dealer and Media Visit to Petronas Malaysia, tak perlu antre berjam-jam untuk menatap seluruh Kualalumpur dari jembatan tersohor itu. Selasa, 13 Januari, kami meraih mimpi itu.

Twin Towers adalah kantor pusat Petronas Lubricants International SDN BHD. Bangunan ini sepenuhnya milik Petronas. Tower I dan setengah Tower II khusus digunakan Petronas sebagai markas utama. Dari tempat inilah sirkulasi manajemen minyak produk Petronas dirancang dan dikomando. Setengah Tower II lainnya disewa berbagai perusahaan dari mancanegara. Ada juga supermarket, restoran, dan kafe. Termasuk Suria KLCC, mal besar dan menjual barang-barang bermerek.

Mulai dirancang Januari 1992 dan pembangunan pondasi diawali Maret 1993. Pada 31 Agustus 1999, Perdana Menteri Malaysia, YAB Dato Seri Dr Mahatir Mohamad, meresmikan penggunaan Twin Towers yang masing-masing bangunan berlantai 88.

Dari permukaan tanah hingga ujung atas, Twin Towers mencapai 452 meter atau 1483 kaki. Di setiap lantai menara dilengkapi sepuluh eskalator. Ada 29 lift dengan berkecepatan tinggi. Untuk mencapai lantai 42 dari lantai satu, lift hanya butuh waktu kurang dari semenit.

Seluruh bangunan menggunakan 36.910 ton besi. Setiap menara memiliki beban hingga 300 ribu ton. Di basement tersedia lima lokasi parkir berkapasitas 5.400 mobil. Total kawasan yang terpakai mencapai 103 hektare.

Twin Towers memang menjadi lokasi wisata menarik. Setiap pekan, wisatawan bisa menikmati Skybridge mulai pukul 09.00 hingga 17.00. Gratis. Hanya saja, perlu berjam-jam untuk mengantre di loket tiket masuk. Setiap hari, 1.600 orang berkunjung ke sini. "Ahad (Hari Minggu, red) tertutup untuk umum," kata Senior Regional Engineer Certified Lubricant Specialist-Stle and Service Petronas Lubricants International SDN BHD, Shamsul Bahrin Mokri.

Perancang Twin Towers bernama Cesar Pelli. Dia desainer bangunan asal Italia yang mampu merefleksikan budaya Islam pada karyanya. Bentuk lantainya berupa dua buah persegi yang berpotongan membentuk bintang berujung delapan. Di setiap titik perpotongannya ditambahkan sepotong lingkaran.

Di Twin Towers, rombongan kami dijamu di lantai 41. Dari tempat ini, terlihat jelas Menara Kualalumpur yang tingginya mencapai 421 meter. Bandingkan dengan Monumen Nasional di Jakarta yang hanya 132 meter. Menara Kualalumpur buatan tahun 1994 ini dirancang putra Indonesia bernama Achmad Moerdijat. Sepulang dari Twin Towers, kami juga mengunjungi menara ini.

***

Kualalumpur kini dijadikan pusat kawasan perdagangan dan pariwisata. Ibukota pemerintahan tak lagi berpusat di sini. Sejak enam tahun lalu, pusat pemerintahan Malaysia berpindah ke Putrajaya. Jaraknya sekitar 25 kilometer dari Kualalumpur. Terletak antara Sirkuit Sepang dan Kualalumpur.

Selama satu jam saya bertandang ke Putrajaya. Penataannya sangat apik. Bersih. Kantor Diraja Malaysia, tempat Yang Dipertuan Agung sehari-hari bekerja, berdiri megah di tepi tasik. Di kawasan itu pula sang perdana menteri dan seluruh anggota kabinetnya berkantor.

Ada sebuah masjid besar di sini, Masjid Putra. Di halaman masjid yang disulap menjadi taman, saya bersua dengan seorang pemuda yang bertugas sebagai pengawas kebersihan. Namanya Suparto. Pria asal Solo yang sudah setahun mengadu nasib di Malaysia. Sebulan, Suparto mendapat gaji sebagai buruh outsourching sebesar RM1.200 atau setara Rp 3,84 juta.

Meski bergaji besar untuk ukuran Indonesia, Suparto tak berminat pindah kewarganegaraan. "Saya tetap pilih Indonesia. Tak mau tinggal di sini. Saya lebih suka Indonesia," kata dia.

***

Melaka, Genting, dan Twin Towers merupakan contoh kecil sukses Malaysia membangun pariwisata. Kini negara itu menjadi tujuan wisata internasional. Tahun 2008, tercatat 22 juta lebih warga asing melancong ke sana. Singapura berada di posisi pertama dengan 9,6 juta orang.

Di posisi kedua? Jangan kaget. Peringkat ini milik Indonesia. Tahun lalu, wisatawan asal Indonesia yang berkunjung ke Malaysia mencapai 2,4 juta orang. "Naik 34,6 persen dibanding tahun 2007," jelas Pengarah Bahagian Komunikasi dan Publisiti Kementerian Pelancongan Malaysia, Wan Zawawi Mohammed.

Zawawi melaporkan, setiap wisatawan rata-rata menghabiskan masa tinggal 6,3 hari dan berbelanja RM2.197. Dengan kurs RM1 sama dengan Rp 3.200, total uang yang dihabiskan pelancong asal Indonesia di Malaysia sepanjang tahun lalu mencapai Rp 1,7 triliun. Angka yang tentu saja sangat fantastis. (*)

Genting; Ini Ide Orang Gila

*Negeri Hang Tuah, Genting, dan Menara Kembar (2)


KARYA-KARYA besar kerap lahir dari ide gila. Begitupun Genting. Puncak gunung yang disulap menjadi kota tujuan utama wisatawan.

BUYUNG MAKSUM, Pahang

LAGU Negeri di Awan memang milik Katon Bagaskara yang warga negara Indonesia. Namun, sesungguhnya, negeri di awan itu bukan milik kita. Cobalah tengok ke negeri jiran, Malaysia. Di Pahang, salah satu dari 14 kesultanan yang menyatu dalam Diraja Malaysia, negeri di awan itu berada.

Letaknya di titik tertinggi Malaysia selatan. Tepatnya di puncak Gunung Genting. Sewaktu saya tiba di tempat ini, Sabtu malam, 10 Januari, gelap sudah membalut. Dari sepuluh kilometer sudah terpancar cahaya di puncak Genting meski saat itu tak ada cahaya rembulan. Dari area seluas 100 kali Lapangan Karebosi, puluhan, ratusan, bahkan ribuan cahaya seolah berlomba menerangi tempat ini. Cantik, menawan, mengundang decak kagum.

Sulit membayangkan menginap di hotel yang berada di titik kulminasi sebuah gunung. Di ketinggian sekira 5.000 meter di atas permukaan laut. Suhu rata-rata 15 derajat Celcius. Rombongan kami dari Makassar; Dealer and Media Visit to Petronas Malaysia, ditempatkan di First World Hotel.

Inilah hotel terbesar di Genting, sekaligus hotel dengan kamar terbanyak di dunia. Saya menginap di lantai 28, puncak hotel. Dari lantai ini terlihat sebagian besar wilayah Genting. Termasuk jalan berkelok mirip ular, dari dan menuju Genting.

First World Hotel memiliki 6.118 kamar, termasuk ruang-ruang tempat bermain judi. Prestasi ini tercatat dalam Guinness World Records. Juga ditorehkan dengan tinta emas di selembar sertifikat Ripley's; Belive It or Not!. First World Hotel, dunia mengakuinya.

Meski ada beberapa hotel di Genting, namun First World Hotel menjadi pionir. Inilah pusat keramaian Genting. Di sini pula ragam bentuk permainan dan arena judi digelar. Saya sempat mencoba beberapa di antaranya. Termasuk flying coaster, salah satu permainan yang mewajibkan penggunanya punya adrenalin tinggi. Orang yang berpenyakit jantung sebaiknya hati-hati memilih permainan di tempat ini.

Genting punya motto City of Entertainment atau kota hiburan. Segala bentuk hiburan --kecuali striptis atau penyanyi seronok lainnya- ada di Genting. Arena hiburan untuk anak-anak juga superlengkap. Termasuk pusat-pusat belanja. Ini memang menjadi strategi bagi pengelola Genting. Suami main judi, istri shopping, anak-anak bermanja di taman main.

Untuk menikmati seluruh lokasi permainan, baik indoor maupun outdoor, cukup murah. Perorang ditawarkan RM 55 atau setara Rp 176 ribu perhari dengan kurs RM 1 sama dengan Rp 3.200. Ada 34 jenis permainan outdoor dan 25 titik di indoor.

Di Genting, juga ada permainan bernama sky venture. Enam menit anda terbang di udara dalam sebuah tabung yang mendapat tekanan udara besar dari bawah. Para pemain sky venture dilengkapi pakaian seperti baju penerjun payung dan helm.

Bagi penikmat judi, inilah surganya. Anda bisa memainkan hampir segala jenis judi di tempat ini. Maaf, Genting bukan tempat untuk pejudi kecil-kecilan. Minimal anda harus mempertaruhkan sejuta rupiah sekali main.

Tidak semua orang bisa masuk ke lokasi judi. Jika belum berusia 21 tahun, bersiap-siaplah diusir Polis Bantuan (sebutan untuk pengamanan swasta di Malaysia). Lokasi judi juga haram bagi muslim Malaysia. Wajah-wajah Melayu wajib menunjukkan paspor bila hendak masuk ke ruang judi.

Saya masuk di kedua ruang judi atau kasino di First World. Pintu masuk hanya satu tempat. Ruangan saling bersebelahan. Di ruang kanan, lokasinya relatif kecil. Pemainnya juga rata-rata masih tergolong “junior”. Suasana agak berbeda terlihat di ruang kiri. Di bagian luar tempat yang lebih luas ini, suasana tak jauh beda dengan ruang judi sebelah kanan.

Namun “panasnya” arena judi sangat terasa di ruang Monte Carlo. Taruhan di meja judi cukup besar. Sekali pasang bisa sampai RM 2.000 atau setara Rp 6,4 juta. Padahal sekali duduk, para pejudi bisa pasang taruhan lebih dari sepuluh kali. Sayang sekali, sangat tidak dibenarkan memotret suasana di seluruh arena judi yang berlangsung 24 jam ini. Ketahuan motret, selain kamera disita, pelaku juga berhadapan dengan hukum Malaysia.

Itulah sisi lain dari Genting; judi dan berbagai permainan. Satu lagi yang tak bisa dilupa adalah kuliner. Di sini beragam menu ditawarkan. Anda sisa memilih mau makan apa, hampir pasti ada. Bahkan aneka hewan laut yang didatangkan khusus dari mancanegara pun tersaji. Tergantung dari perut dan ketebalan dompet anda.

***

HAJI Muhammad Tahir, teman saya yang punya usaha bengkel di Sungguminasa, tak bisa menahan decak kagum menyaksikan keelokan Genting. Empat puluh delapan jam di Genting membuatnya seolah menemukan kembali masa kecilnya. Abeng --demikian dia bisa kami sapa-- mencoba hampir semua jenis permainan di tempat itu. Kecuali judi dan space shot. Yang terakhir adalah jenis permainan di mana pemainnya dijatuhkan dari ketinggian sekira 100 meter.

“Orang gila yang membuat tempat ini,” kata Abeng.

"Ide gila itu memang selalu melahirkan karya-karya besar, Pak Haji,” tukas Andi Syamsul Rizal, diler pelumas Petronas di Palopo.

Selain “gila”, Genting juga berdampak besar terhadap perkembangan Malaysia. Konon, 40 persen pemasukan Genting digunakan untuk membangun Malaysia. Termasuk pelayanan pendidikan dan kesehatan gratis.

Melalui Genting, pemerintah Malaysia memang mampu meraup devisa sangat besar. Genting mampu mendongkrak jumlah wisatawan asing yang berkunjung ke negara itu. Dan siapa sangka, jika pemasuk devisa terbesar kedua bagi Malaysia dari sektor pariwisata adalah Indonesia. Pemasuk pertama ditempati Singapura, negara yang notabene pernah serumah dengan Pahang di bawah bendera Diraja Malaysia. (buyung@fajar.co.id)

Melaka, Tua Nan Elok

*Negeri Hang Tuah, Genting, dan Menara Kembar (1)


TANAH Hang Tuah menjadi saksi keelokan masa lalu dan masa modern.

BUYUNG MAKSUM, Melaka

KOTA Seribu Museum, Kota Tua, dan berbagai julukan lainnya ditujukan kepada kota yang satu ini. Namanya Melaka. Ada juga yang menyebutnya Malaka atau Malacca. Dia adalah salah satu dari 14 kesultanan yang menyatu dalam Diraja Malaysia. Saya termasuk orang beruntung bisa mengunjungi kota tua nan elok ini pada Jumat hingga Sabtu, 9-10 Januari lalu.

Disebut Kota Seribu Museum memang bukan tanpa alasan. Di kawasan yang termasuk World Heritage City ini, museum --orang Melaka menyebutnya muzium, sangat banyak. Letaknya juga tak saling berjauhan. Bahkan di pusat keramaian Melaka, museum hanya berjarak sepelemparan batu antara satu dengan lainnya.

Sebut saja Christ Church. Sebuah gereja Katolik yang didirikan tahun 1753. Kini, selain sebagai gereja, bangunan yang terletak di Church Street ini juga berfungsi sebagai museum. Bentuk dan ornamen bangunannya sangat terawat. Kecuali atap dan bagian dalam, seluruh tembok bangunan berwarna merah.

Gereja lain yang cukup tua bernama Francis Xaviers Church. Ini gereja Katolik buatan 1849. Perancangnya bernama Reverend Farve. Dia pria asal Prancis. Francis Xaviers Church mempunyai dua menara berarsitektur gothic yang didedikasikan untuk St Francis Xavier berjuluk Apostle to the East, misionaris Katolik abad 16.

Selain itu, ada juga Bukit St Paul. Di puncak bukit ini terdapat gereja kuno dan patung orang suci St Paul. Gereja ini sudah sangat tua dan tidak dipergunakan lagi.
Hanya lima meter dari bangunan itu, juga berdiri sebuah bangunan tua. Bangunan ini bernama The Stadhuys buatan 1650. Dulunya sebagai tempat tinggal gubernur Belanda. The Stadhuys sudah berubah nama menjadi Muzium Ethnografi dan Muzium Sejarah Melaka. Bentuk bangunan menyerupai gereja tua meski lebih besar. Ada dua lantai. Dinding atas dan plafon mulai dimakan usia. Di depan museum, sejumlah karya seni dan suvenir dijual.

Tak jauh dari Christ Church, di seberang jalan, ada satu monumen kapal laut model dulu. Oleh masyarakat setempat diyakini, inilah replika dari orang Portugis pertama yang menjejakkan kaki di Melaka. Replika kapal yang mirip digunakan Johnny Deep dalam film Pirates of the Carribian itu juga difungsikan sebagai museum. Namanya Muzium Samudera, ada juga yang menyebutnya Muzium Kapal.

Ini baru beberapa museum yang ada di sekitar Christ Church. Termasuk Muzium Kecantikan. Di seantero Melaka sendiri sangat banyak museum. Hampir sebanyak bangunan tua yang ada di kota itu.

Sejarah Melaka tak lepas dari Majapahit. Konon, kesultanan ini dibangun oleh seorang bangsawan Majapahit yang memilih hengkang dari kerajaan asal Sumatera itu. Dia kemudian berlayar hingga akhirnya tiba di tempat itu tahun 1409. Bangsawan Majapahit ini dikenal punya banyak kerabat. Termasuk saudagar China. Sehingga saudagar-saudagar China pun bersedia singgah dan membuka bandar di Melaka. Mereka mendapat satu lokasi bernama Bukit China. Sampai saat ini, bukit ini masih bisa disaksikan warga awam.

Pemandu yang mendampingi kami, Ain, juga menjelaskan bahwa Melaka adalah pintu masuk Tionghoa warga Liem ke Indonesia. “Termasuk ke Makassar,” kata dia. Intinya, nenek moyang marga Liem di Asia Tenggara berasal dari sini.

Tak heran jika kota ini ramai dikunjungi Tionghoa. Mereka bukan hanya marga Liem atau Lim, namun juga marga-marga lainnya. Keluarga pengusaha Tionghoa asal Makassar, David Gozal, pun terkesima menikmati Melaka.

Kejayaan Melaka membuat bangsa Eropa tergiur. Maka berlomba-lombalah kaum Eropa berusaha datang sekaligus menguasai Melaka.

Kelompok Eropa awal yang sukses ke Melaka berasal dari Portugis. Sampai kini, masih ada peninggalan tertua di Melaka yang diyakini sebagai gerbang masuknya Portugis ke tanah ini. Namanya Pintu Gerbang Santiago atau Porto de Santiago. Pintu Gerbang Santiago merupakan salah satu dari empat pintu masuk ke Melaka. Pintu ini dibangun tentara Portugis pada tahun 1511. Mereka dipimpin Alfonso de Albuquerque.

Bangunan sisa Portugis lainnya yang masih bisa disaksikan adalah Memorial Pengisytiharan Kemerdekaan atau Proclamatic of Independence Memorial. Letaknya menghadap ke Pintu Gerbang Santiago. Gedung ini masih terawat dengan baik.
Di belakang Pintu Gerbang Santiago terdapat Istana Kesultanan Melaka. Istana ini pun sudah dijadikan cagar budaya. Dahulu istana ini terdapat di dalam benteng, tetapi dinding benteng dihancurkan tentara Inggris pimpinan William Farquhar pada tahun 1807. Sir Stamford Raffles dan Lord Minto berusaha mencegah penghancuran ini, namun yang berhasil diselamatkan hanya Pintu Gerbang Santiago.

Kesultanan Melaka juga dikenal sebagai Negeri Hang Tuah. Bersama para sahabatnya, mereka dikenal pelaut tangguh nan berani. Nama-nama mereka diabadikan sebagai nama jalan. Di Jalan Hang Jebat, salah seorang sahabat Hang Tuah, bahkan ada keunikan ragam agama yang patut dicontoh. Di situ ada kuil India Sri Poyyatha Moorthi, dan Masjid Kampong Keling.

Bangunan masjid ini menjadi bukti perpaduan akulturasi budaya Islam, China, dan Melayu kala itu. Berarsitektur Sumatera. Kubah bertingkat ibarat piramida. Ada pula menaranya yang berbentuk pagoda. Beberapa meter berikutnya ada Kuil China, Cheng Hoon Teng buatan tahun 1646. Seluruh material bangunan kuil didatangkan langsung dari China. Hingga saat ini, ketiga tempat ibadah ini tetap terawat apik dan masih digunakan bersembahyang. Jemaahnya hidup damai dan rukun.

Itulah sekelumit Melaka. Kota tua nan elok dan cantik. Sebuah kesultanan yang mampu menyeimbangkan identitas masa lalunya dengan perkembangan teknologi dunia. Kota tua yang anak mudanya tetap memadati menu internasional ala Pizza Hut atau Kentucky Fried Chicken. Dan di antara becak kuno berhias, mereka tak canggung “berpusing” menunggangi sepeda motor berkapasitas selinder di atas 750 cc. (*)