Kamis, 29 November 2007

Headline News yang Menyesatkan


PERNAHKAH anda melihat berita utama (headline news) koran nasional kita dengan judul: “Pemerintah Didesak...”, “Pengusaha Mengeluhkan…”, “Perlu Penanganan Khusus untuk ….”, “Pemerintah Perlu Tegas Soal…”, “Menteri Anu Bungkam Soal…” dan semacamnya?
Dengan segala maaf “berita-berita” semacam itu masih sangat banyak menghiasi halaman pertama koran-koran kita.


Mengapa saya menulis “berita-berita” dalam tanda petik? Saya yakin Anda paham maksudnya, yaitu bahwa sebenarnya yang tersaji di sana bukan berita. Yang tersaji di sana bukan peristiwa yang dilaporkan, tetapi “omong-omong” yang ditulis ulang oleh wartawan.

Berita berjudul “Pemerintah Didesak Tegas Soal Lumpur Panas Porong”, misalnya, sesungguhnya hanya berisi omong-omong wartawan dengan sumber-sumber tertentu tentang banjir lumpur panas di Porong Jawa Timur. Wartawan sadar bahwa kasus lumpur panas masih menjadi persoalan serius, tapi hari ini tidak ada “hal baru” untuk dilaporkan. Maka yang dimunculkan di media massa adalah “talking news” yang tidak mengandung kebaruan informasi sama sekali.

Tulisan semacam itu masih lumayan. Yang lebih menggelikan adalah berita-berita utama menjelang pemilu. Banyak koran yang menurunkan “talking news” politik yang tidak ada urusannya apapun dengan fakta di lapangan.

Memang bisa jadi ada “berita tersembunyi” di balik tulisan seperti itu (tetapi kalau ini yang terjadi, berarti wartawan yang bersangkutan tidak tahu bagaimana menulis berita, atau tidak berani menulis lugas). “Pemerintah Perlu Tegas Soal Kargo Bandara” yang muncul baru-baru ini adalah talking news.

Berita sesungguhnya adalah “Banyak Penyimpangan Bidang Kargo Bandara”. “Pengusaha Minta Keringanan Pajak” adalah talking news. Di balik tulisan itu mungkin ada berita yang lebih lugas “Beban Pajak Terlalu Berat”, atau “Beban Usaha Terlalu Mencekik” dll.

Tetapi sering terjadi bahwa media yang bersangkutan sadar bahwa dia tidak sedang menulis berita, tetapi sedang menjalankan misi atau agenda politiknya. Misalnya saja tidak ada angin tidak ada hujan, sebuah koran terkemuka di Indonesia menyajikan tulisan utama di halaman satu dengan judul, “Pemerintah Harus Berpihak pada Petani”.

Pasti tulisan itu tidak mempunyai nilai berita apapun, dan koran yang bersangkutan pun pasti sadar akan hal itu. Tetapi koran yang bersangkutan merasa harus menurunkan tulisan itu, karena koran tersebut mempunyai misi membela petani, dan pada saat yang sama mulai kesal bahwa pemerintah tidak kunjung peduli pada nasib petani.

KETIKA seseorang membaca berita untuk tujuan ekonomi, perlu disadari bahwa media massa sering tidak bisa memenuhi harapan. Ada kalanya media memang tidak sadar akan makna ekonomi dari satu peristiwa, sehingga berita yang penting dalam perspektif kita akan disajikan sebagai berita kecil, yakni berita sekilas, berita satu kolom, berita dua kolom, atau berita kecil lain yang “nyempil” di halaman dalam.

Tetapi ada kalanya juga secara sadar satu media mengabaikan berita itu dan mengangkat berita lain yang menurut mereka lebih “layak berita” (memiliki nilai aktual, kedekatan dengan pembaca, unik, berdampak, menyangkut nama besar, terkait konflik, menyentuh).

Karena kondisi inilah para manusia ekonomi semestinya lebih teliti dalam membaca berita dan tidak terjebak pada bagaimana cara media massa menyajikan menu beritanya. Ada kalanya menu yang menurut media adalah santapan utama, tetapi bagi manusia ekonomi tak lebih dari cemilan sore. Sebaliknya ada berita kecil menurut media, tapi menurut manusia ekonomi adalah “makanan besar”.

Berita mengenai satu bengkel yang berhasil membuat biodiesel berbahan baku jagung pasti bukan berita besar bagi satu koran yang hobi dengan berita politik dengan segmen pasar pembaca perkotaan. Tetapi berita itu pasti memiliki nilai ekonomi yang sangat penting untuk para petani (khususnya petani palawija), untuk pedagang hasil bumi, untuk industriawan yang menekuni bioenergi, dll.

Karena itu mulailah lebih teliti dalam membaca berita, jangan terjebak dengan menu yang dikemas oleh media. Mulailah selalu dengan pertanyaan, apa manfaat ekonomi berita ini untuk saya. Lupakan di halaman mana berita itu ditempatkan, dan berapa besar kapling yang disediakan untuk berita itu. (*)

Tidak ada komentar: