Jumat, 30 November 2007

Irak, Negeri 101 Malam yang Jadi 1001 Masalah (Catatan Akhir Tahun 2006 Bidang Internasional)

OLEH: BUYUNG MAKSUM

Masalah SETIAP hari, penggali kubur harus membuat 476 lubang mayat. Hari-hari yang mencekam dan tak kunjung adanya kedamaian.SABTU hari ini adalah hari ke-1.376 Amerika Serikat (AS) dan sekutunya "menduduki" Irak. Waktu yang relatif sangat singkat untuk membunuh 655.000 rakyat di negara itu (Washington CyberNews). Ada 476 orang tewas setiap hari. Atau 2,5 persen jumlah penduduk Irak tewas akibat serbuan itu dan kekerasan setelah invasi AS pada 18 Maret 2003 (John Hopkins University).

Laporan terbaru Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebutkan, hanya dalam rentang waktu Juli sampai Agustus 2006, sedikitnya 6.599 warga sipil Irak tewas. Umumnya adalah korban peledakan bom serta tembakan dan berbagai modus teror lainnya. Hampir 60 persen yang tewas adalah anak-anak dan orang dewasa berusia 15-44 tahun.Korban di kubu AS dan sekutunya juga tak sedikit.

Hitungan AFP berdasarkan angka-angka Pentagon, sudah 2.941 prajurit AS tewas. Jumlah korban bulanan tertinggi adalah November 2004, sebanyak 137 jiwa.
Sedang di bulan Desember 2006 ini, sedikitnya 58 nyawa prajurit AS melayang.

Irak juga menjadi "neraka" bagi kalangan jurnalis. Sepanjang tahun ini, 32 wartawan terbunuh di negeri itu. Total sudah 92 wartawan tewas di Irak sejak invasi. Belum lagi 37 pembantu wartawan seperti penerjemah, sopir, staf kantor dan lain-lain juga ikut terbunuh.Masalah Irak juga mencatatkan rekor baru bagi AS. Sejak menduduki Irak, dana yang digelontorkan Pentagon sudah menembus USD350 miliar (sekitar Rp3.210 triliun). Ini dana perang terbesar yang pernah dikeluarkan Pentagon sejak Perang Vietnam.

***

SEPERTI Indonesia, PBB juga tak mampu berbuat banyak untuk menyelamatkan rakyat Irak dari pembantaian. Sekretaris Jenderal PBB yang akan melepas jabatan 31 Desember nanti, Kofi Annan, hanya bisa sedih. Kepada BBC, Annan mengakui kehidupan bagi warga kebanyakan Irak, kini lebih buruk daripada semasa Saddam Hussein berkuasa.

Di awal konflik, benar sebagai bentuk peperangan antara pemerintah Irak dengan pemerintah AS. Namun, ketika sekarang pemerintah Irak justru bekerja sama dengan pemerintah AS, bukannya membuat masalah di Negeri Abu Nawas itu membaik. Malah sebaliknya, konflik menjadi sangat kompleks. Sebut saja pertentangan antara kelompok Sunni dengan Syiah, konflik antara kaum perlawanan Irak dengan pemerintah Irak bentukan AS, atau dengan pasukan pendudukan AS, dan lain sebagainya.

Masalah Irak memang cuma satu dari sekian banyak konflik di dunia ini. Steven D. Strauss menyatakan bahwa dalam setengah abad terakhir, tidak ada dari 192 negara di dunia ini yang tidak pernah terlibat konflik. Namun konflik di Timur Tengah, terutama Irak, adalah konflik paling berdarah, paling berbahaya, dan paling banyak dipublikasikan media massa.

***

BAGI AS, konflik dan perang adalah bisnis model baru yang sangat menguntungkan. Cukup mencengangkan bahwa AS sebagai negara yang paling banyak terlibat konflik dan perang, ternyata juga sebagai penjual senjata paling banyak di dunia. Irak sebagai musuh tetap AS dalam beberapa dekade ini mencatatkan diri sebagai negara pengimpor senjata terbesar di dunia. Pastinya, perang adalah bisnis besar.

Tak heran kalau AS teramat enggan angkat kaki dari Baghdad. Bahkan, kembali berencana menambah pasukan di Irak. Padahal, di Kamp Victory Irak, Robert Gates yang baru saja dilantik sebagai Menteri Pertahanan menggantikan Donald Rumsfeld mendengar langsung pengakuan para komandan perang AS. Termasuk dari Komandan Tertinggi AS di Irak, Jenderal George Casey. Rencana penambahan pasukan 20 ribu tentara AS dianggap hanya menimbulkan masalah baru.

***

SEBENARNYA masyarakat Irak, baik Sunni, Syiah, Kurdi, maupun nonmuslim lainnya, bukanlah masyarakat yang sektarian. Ini bukanlah slogan atau fantasi belaka, melainkan fakta yang sudah terbukti sepanjang sejarah Irak. Ratusan tahun bangsa Irak yang heterogen hidup berdampingan satu sama lain tanpa ada satupun kasus konflik sektarian. Isu konflik sektarian baru merebak ketika AS menduduki Irak, setelah Saddam Hussein terguling, dan setelah para ekstrimis asing berkeliaran di Irak.

Dari fakta sejarah masyarakat Irak ini, setidaknya ada lima solusi yang bisa membawa rakyat Negeri 1001 Malam itu hidup dalam damai. Solusi pertama, tentu saja AS harus dipaksa keluar dari Irak. Ini adalah langkah terpenting. Tanpa itu, upaya penyelesaian apapun akan sia-sia, dan hanya isapan jempol semata. Langkah kedua, mengadili AS, khususnya pemerintahan Bush dan para sekutunya. Pembantaian massal yang telah dilakukan oleh AS dan sekutunya tak boleh dilupakan. Sebab ratusan ribu nyawa anak-anak, wanita, orangtua, dan penduduk sipil yang tidak bersalah mati sia-sia. Solusi ketiga, menuntut AS dan sekutunya membayar ganti rugi bagi rakyat Irak. Keempat, membangun persatuan kaum muslim, khususnya di Irak.

Konflik berkepanjangan antarfaksi yang berbasis mazhab sebenarnya merupakan racun ashabiyah. Saling bunuh dan saling menghancurkan masjid antara Sunni dan Syiah adalah akibat fitnah dari negara asing. Hal terakhir adalah sumbangsih dan dukungan nyata negara-negara Organisasi Konferensi Islam (OKI) terhadap Irak, termasuk Indonesia. Jika Indonesia berani mengirim pasukan perdamaian ke Lebanon, mengapa ke Irak tidak?

***

UPAYA rekonsiliasi paling monumental bagi rakyat Irak sebenarnya baru terjadi sekitar satu setengah bulan lalu. Tepatnya, 20 Oktober 2006. Sebuah pertemuan digelar dan menghasilkan "Piagam Mekah" yang ditandatangani para pimpinan agama di Irak, baik dari kalangan Sunni maupun Syiah. Kelompok bertikai dalam internal Irak sepakat menghentikan pertumpahan darah dan menyerukan penghentian perang antaretnik.

Di bulan yang sama, Perdana Menteri Irak Al-Maliki juga melontarkan strategi empat poin untuk mengatasi konflik. Di antaranya pembentukan dewan keamanan lokal, serta menolak penguasaan media massa. Tapi baik Piagam Mekah maupun strategi Al-Maliki ternyata tidak mampu meredakan konflik.

Malang yang terlalu banyak memang sudah melilit Irak. Sebanyak kisah yang dituturkan Abu Nawas dalam dongeng Seribu Satu Malam. Bedanya, malam yang dilalui Abu Nawas sangat indah. Sementara saat sekarang, malam yang ada penuh kegalauan, ketakutan, dan bayang-bayang kematian yang bermunculan di mana-mana. Tampaknya, gelar 1001 Malam itu, kini betul-betul berubah menjadi 1001 masalah. (***)

Tidak ada komentar: